INILAH MASALAH INTERNAL BANGSA YANG PERLU KITA ATASI BERSAMA

Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum Dewan Da’wah

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Tantangan internal bangsa Indonesia juga bukan main banyaknya. Ciri-ciri manusia Indonesia yang pernah diluncurkan Muchtar Lubis tahun 1970-an sepertinya benar-benar terbukti, seperti ciri munafik, budaya jalan pintas, percaya takhayul, dan sebagainya. Budaya munafik ini sangat memprihatinkan. Semakin banyak perilaku munafik, semakin cepat bangsa itu hancur. Banyak tokoh ngomong yang indah-indah, tetapi dirinya sendiri enggan menerapkannya.

Dalam hampir seluruh sektor kehidupan, kita terpuruk. Di bidang ideologi, bangsa ini masih belum berhasil merumuskan ideologi bersama untuk menghadapi tantangan yang serius. Bahkan, selalu saja muncul keragu-raguan untuk menentukan suatu ideologi. Mau menggunakan Islam malu-malu atau fobia. Mau pakai kapitalisme-liberalisme juga malu-malu, padahal kenyataannya ideologi liberal inilah yang kini digunakan dalam berbagai kehidupan. Kalau mau pakai Islam, pakailah secara menyeluruh. Jangan tanggung-tanggung. Sesuatu yang tanggung, tidak akan mencapai hasil maksimal.

Di bidang politik, tampaknya kita “terjebak” dalam “perpecahan dan konflik politik” yang tanpa ujung. Reformasi yang diharapkan akan membawa perbaikan kehidupan masyarakat, ternyata belum banyak dirasakan oleh masyarakat. Patut dikhawatirkan, rakyat akan kehabisan kesabaran menunggu proses reformasi yang terlalu lama, sehingga akan memunculkan “chaos” dan menghentikan proses demokrasi yang sedang berlangsung.

Di bidang hukum, juga terjadi fenomena “lingkaran setan”, seperti tidak tahu, dari mana penegakan hukum itu akan dimulai. Kasus-kasus korupsi kecil dan tanggung diproses serius, tetapi yang nilainya ratusan trilyun justru berlarut-larut dan entah sampai kapan akan selesai. Korupsi juga jalan terus. Bukan hanya terpusat di sentra kekuasaan, tetapi – konon – juga sukses terdistribusi ke daerah-daerah, sejalan dengan gerakan otonomi daerah.

Di tingkat masyarakat, kepercayaan pada hukum juga sangat tipis. Maling ayam, motor, tape mobil, dan sejenisnya, dihakimi massa, dibantai, dibunuh dengan sadis. Ada yang sampai dibakar hidup-hidup. Di jalan-jalan raya, soal pelecehan hukum ini sangat transparan. Pelanggaran lalu lintas terjadi di depan mata penegak hukum, dan dibiarkan saja.

Di bidang moralitas kondisinya sungguh mencemaskan. Pornografi, seks bebas pranikah, miras, perjudian, narkoba, sepertinya begitu sulit diberantas, dan makin berkembang saja di tengah masyarakat. Bahkan, penanganan LGBT pun berlarut-larut. Masyarakat, pemerintah, polisi, jaksa, sepertinya tidak berdaya memberantas semua penyakit masyarakat itu, sehingga penyakit itu semakin lama akan semakin kronis dan mematikan.

Jadi, secara umum, bisa dikatakan, jika tidak segera diatasi, maka bangsa Indonesia sedang berada kondisi “laksana kapal yang nyaris karam”. Lalu, di atas kapal itu, para penumpang dan awak kapal sibuk berdiskusi untuk merumuskan teori apa yang bisa digunakan untuk menghentikan karamnya kapal itu. Sementara itu, lobang-lobang bocor tempat masuknya air ke kapal, dibiarkan saja, tidak ditutup. Cepat atau lambat, kapal itu akan tenggelam. Semoga ini tidak terjadi.

        Di mana posisi Islam saat ini di tengah bangsa muslim terbesar di dunia ini? Jika bangsa ini mau merdeka kembali dan bangkit dari krisis, maka bangsa ini perlu mengambil nilai-nilai Islam untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Bukan hanya diambil sebagai slogan politik atau “hiburan rohani”, tetapi harus dirumuskan dan diaplikasikan dalam kehidupan yang nyata. Berikut ini gerakan dan program mendasar yang perlu dilakukan oleh kaum Muslim – bersumberkan dari nilai dan ajaran Islam --  dalam rangka mengangkat bangsa ini dari keterpurukan dan bergerak menuju bangsa yang besar:

.Penanaman nilai-nilai tauhid. Tauhid memberikan kesadaran akan posisi manusia di tengah kehidupan dan membebaskan manusia dari segala macam perbudakan sesama makhluk. Nilai tauhid akan memberikan “izzah” (harga diri), sehingga bangsa ini tidak mudah menghambakan diri kepada bangsa lain. ‘Izzah itulah yang akan mampu menjadikan bangsa ini membangun semangat kemandirian, sehingga tidak mudah tergoda untuk mengkonsumsi produk-produk asing hanya untuk memenuhi “gengsi”, dan memicu semangat inovasi.

. Pembudayaan ajaran untuk bekerja keras dan menghindari sifat malas.

. Pembudayaan pola hidup sederhana.

. Penanaman ajaran ukhuwah Islamiyah.

. Pembuktian aplikasi ajaran tentang keteladanan (ibda’ bi nafsik).

. Aplikasi nilai-nilai keadilan syariat Islam oleh penguasa.

. Penerapan sanksi hukum yang tegas dan konsisten.

. Penanaman semangat kritis dan perlawanan terhadap kebatilan/kemunkaran (terutama terhadap penguasa)

. Pembudayaan semangat belajar dan membaca dan mengurangi budaya santai dan hedonistis.

. Penanaman semangat kemandirian dan mengurangi kelatahan konsumsi produk (konsumtif) asing.

Jika kaum Muslim menginginkan ajaran-ajaran Islam berperan dalam menanggulangi krisis dan mengentaskan bangsa Indonesia dari jurang keterpurukannya, maka tidak bisa tidak, kaum Muslim harus mampu menjabarkan ajaran-ajaran Islam itu ke dalam konsep-konsep realistis dan solutif. Dan yang lebih penting, kaum Muslim sendiri harus memberi keteladanan dalam aplikasi ajaran-ajaran Islam, dalam kehidupan pribadi, keluarga, kelompok/partai, dan masyarakat. Jangan sampai Islam hanya menjadi slogan. Islam harus “hidup” di tengah masyarakat, dengan atau tanpa dukungan negara.

Tentu, perjuangan memasukkan konsep-konsep Islam – baik secara verbal maupun substantif — dalam tatanan formal kehidupan berbangsa dan bernegara, sangatlah penting. Tetapi, jika Islam hanya hidup dalam konsep-konsep dan tatanan verbal, tetapi tidak “hidup” di tengah masyarakat, maka kondisi itu seperti yang digambarkan oleh Rasulullah saw:

“Akan datang suatu zaman, di mana tidak tersisa dari Islam kecuali tinggal namanya saja, tidak tersisa dari Al Quran kecuali tinggal tulisannya saja, masjid-masjid mereka megah tetapi jauh dari petunjuk Allah, dan ulama-ulama mereka menjadi orang-orang yang paling jahat yang hidup di bawah kolong langit, dari merekalah keluar fitnah dan kepada mereka (fitnah itu) akan kembali. “ (HR Baihaqi)

Wallahu a’lam. (Surabaya, 10 September 2022).

admin: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *