Menghapus Kesakralan Masjid

Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Dakwah Bidang Pemikiran dan Ghazwul Fikri, Jatim

Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Joget merupakan salah satu sarana meluapkan kegembiraan, dan hal itu telah menjadi tren di berbagai lapisan masyarakat. Namun ketika joget dilakukan di masjid, jelas melecehkan fungsi masjid. Masjid sebagai ruang sakral seharusnya dipergunakan sebagai sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepada Sang Khaliq. Namun ketika tempat ini digunakan joget, bukan hanya melanggar etika, tetapi merendahkan Baitullah (rumah Allah). Ketika menjadikan masjid sebagai tempat joget, secara tidak langsung menghilangkan kesakralan masjid. Masjid yang seharusnya dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi justru dimanfaatkan untuk menciptakan kegaduhan.

Joget dan Gangguan Sakralitas Masjid

Universitas Islam Negeri (UIN) Jember telah menjadi perbincangan publik karena mempergunakan masjid sebagai sarana bernyanyi dan berjoget. Bahkan pelakunya seorang rektor bersama mahasiswa baru. Peristiwa ini terjadi di Universitas Islam Negeri Kiai Haji A Buchmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, ketika melaksanakan acara Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK). Kejadian yang viral melalui video berdurasi 38 menit itu terlihat rektor menyanyi di masjid di hadapan puluhan mahasiswa. Di dalam video itu diduga rektor menyanyi dangdut bersama seorang mahasiswi, di depan mahasiswa baru. (https://www.detik.com/jatim/berita/d-6261590/viral-rektor-nyanyi-dangdut-di-masjid-bikin-uin-khas-jadi-sorotan-lagi)

Pihak UIN KHAS Jember pun membenarkan bahwa dalam video adalah rektor Babun Suharto. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Kelembagaan UIN KHAS Jember M Nur Affandi (29/8/2022). Peristiwa itu terjadi di sela kegiatan PBAK UIN KHAS Jember. Pihak kampus menyatakan bahwa apa yang dilakukan Babun hanya bertujuan agar suasana lebih dinamis, dan tidak ada niatan sebagaimana persepsi masyarakat.

Dia pun menegaskan bahwa aksi yang dilakukan Rektor di luar kesengajaan. Sebab dilakukan secara spontan, bukan direncanakan atau diprogramkan. Karena sifatnya spontanitas, pihak rektorat pun menyatakan bahwa kegiatan bukan hanya nyanyi dangdut, tetapi juga ada kegiatan (sebelumnya) shalawat juga musik gambus.

Fenomena di atas pantas menjadi perbincangan luas. Hal ini karena menyangkut penyalahgunaan fungsi masjid. Masjid merupakan tempat suci dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah justru dimanfaatkan untuk menciptakan kegaduhan. Kalau selama ini masjid difungsikan sebagai tempat ibadah dengan diisi kegiatan yang menciptakan kekhusyukan, tetapi justru berubah menjadi tempat yang gaduh.

Terlebih lagi pelakunya adalah pimpinan tertinggi universitas Islam negeri. Tentu sorotan publik jauh lebih tajam. Institusi Islam yang seharusnya menjadi cermin dalam mengagungkan fungsi masjid, justru sebaliknya menjadikan masjid sebagai sarana yang menjauhkan fungsi masjid dalam menciptakan keheningan dan kekhusyukan
Masjid sebagai Baitullah (rumah Allah) merupakan tempat sakral yang diagungkan dalam Islam, sekaligus tempat suci yang dimanfaatkan untuk mengkaji agama. Di dalamnya dipergunakan untuk membaca Al-Qur’an dan berdzikir untuk membersihkan diri serta bermunajat kepada Sang Pengampun dosa.

Oleh karenanya Allah mengecam dan bahkan mengadzab bagi siapapun yang memanfaatkan masjid sebagai tempat yang dipenuhi kegaduhan. Allah mengabarkan bahwa orang-orang musyrik menjadikan masjid sebagai tempat yang dipenuhi dengan siulan dan tepuk tangan. Hal ini sebagaimana dinarasikan Allah berikut :

{ وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمۡ عِندَ ٱلۡبَيۡتِ إِلَّا مُكَآءٗ وَتَصۡدِيَةٗۚ فَذُوقُواْ ٱلۡعَذَابَ بِمَا كُنتُمۡ تَكۡفُرُونَ }

Dan shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (QS. Al-Anfal: 35)

Kalau orang-orang kafir melakukan segala daya upaya untuk menjauhkan manusia dari masjid dengan berbagai cara. Di antara mereka menghalangi manusia masuk ke dalam masjid. Namun ada pula menciptakan sarana0sarana yang menjauhkan manusia dari mengingat Allah ketika berada di dalam masjid. Bersiul dan bertepuk tangan merupakan salah satu perangkat untuk menciptakan kegaduhan sehingga mereka yang ada di dalam masjid lupa dari mengingat Allah.
Apalagi manusia yang berada di dalamnya melakukan joget sambil bernyanyi, jelas merupakan pintu masuk terjadinya aktivitas yang mengalihfungsikan masjid sebagai sarana menciptakan ibadah dan kekhusyukan. Oleh karenanya Allah mengancam dengan adzab ketika tidak menjadikan masjid sebagai sarana ibadah yang sebenarnya. Apalagi menjadikan masjid sebagai tempat bernyanyi dan berjoget, jelas merupakan sarana untuk menjauhkan fungsi masjid.

Kasus bernyanyi dan berjoget di masjid dengan dalih apapun, jelas merupakan pelanggaran. Apalagi pelakunya adalah civitas akademika dan kampus muslim. Mereka seharusnya menjadi teladan dalam memakmurkan masjid, bukan justru lupa dengan aktivitas yang menjauhkan fungsi masjid. Masjid merupakan sarana ibadah dan membangun hubungan yang baik dengan Sang Khaliq.

Kegaduhan di Masjid

Betapa banyak manusia menganggap apa yang dilakukannnya di masjid sebagai perbuatan. Padahal apa yang dilakukan di masjid justru menimbulkan perdebatan yang berujung perpecahan di tengah umat ini. Menarik disimak firman Allah sebagai berikut ini :

{ وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مَسۡجِدٗا ضِرَارٗا وَكُفۡرٗا وَتَفۡرِيقَۢا بَيۡنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَإِرۡصَادٗا لِّمَنۡ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبۡلُۚ وَلَيَحۡلِفُنَّ إِنۡ أَرَدۡنَآ إِلَّا ٱلۡحُسۡنَىٰۖ وَٱللَّهُ يَشۡهَدُ إِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ }

Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya). (QS. At-Taubah: 107)

Bisa jadi apa yang dilakukan rektor UIN KHAS Jember di masjid, dengan bernyanyi dan diikuti dengan joget, sebagai hal yang biasa. Bahkan tidak ada unsur kesengajaan sehingga menimbulkan interpretasi yang negatif. Padahal apa yang dilakukannnya menimbulkan kegaduhan dan erpecahan di tengah masyarakat.

Surabaya, 31 Agustus 2022

Editor: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *