Dr. Slamet Muliono Redjosari
Anggota Bidang Pemikiran dan Ghazwul Fikri DDII Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Terbunuhnya Brigadir Nopryansyah Yoshua (Brigadir J) telah membelalakkan dunia. Dikatakan membelalakkan karena kasus terbunuhnya Brigadir J telah menggerakkan keluarga dan berbagai jaringan untuk menyuarakan pentingnya penegakan keadilan dengan memburu pelakunya. Mereka menjadi kekuatan besar untuk mendorong negara dengan mengadili pelakunya. Namun hal ini berbeda ketika menengok kasus yang menimpa 6 laskar FPI, dimana berbagai komponen dan elemen umat Islam menuntut keadilan dengan mendesak aparat penegak hukum untuk menguak misteri ini. Alih-alih terkuak otak intelektualnya, para pembunuh tidak berhasil diketahui dan hilang jejaknya. Ini menunjukkan dua tragedi kemanusiaan yang tak berimbang, Kematian Brigadir J, yang beragama Nasrani, berhasil menggebrak aparat penegak hukum untuk memproses kasus ini. Hal sebaliknya terjadi, 6 laskar FPI, yang beragama Islam, hanya bisa berharap kepada pengadilan akherat untuk menghukum pelakunya.
Pembelaan Massif Brigadir J
Saat awal terjadinya tembak menembak antar polisi, pihak kepolisian menyatakan bahwa Brigadir J ditembak polisi karena diduga terlibat perselingkuhan dengan istri Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo. Namun hal itu dibantah oleh pihak keluarga Brigadir J. tidak mungkin Brigadir J melakukan hal itu. Sebagai ajudan, tidak mungkin melakukan hal yang memalukan dan bertindak kurang ajar pada atasannya. Pihak keluarga Brigadir berupaya keras untuk menguak kisah tragis itu. Mereka mempercayakan kasus ini pada Kamaruddin Simanjuntak, selaku kuasa hukum korban.
Kalau menurut versi kepolisian bahwa kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Brigadir J. dipandang telah melakukan perbuatan yang tak layak sebagai prajurit terhadap istri atasannya. Namun pihak keluarga tidak mempercayai drama itu, dan berbalik menuduh ada pembunuhan secara terrencana.
Lewat kuasa hukum, keluarga meminta beberapa poin penting. Pertama, meminta Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk mencopot Irjen Ferdy Sambo dari jabatan Kadiv Propam Polri. Kedua, meminta kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal Divisi Propam Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Jakarta Selatan untuk dicopot. Ketiga, memohon kepada presiden dan komisi III DPR, dan Kapolri untuk menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo. Keempat, meminta mengamankan mobil-mobil yang dipakai Irjen Ferdy Sambo dari Magelang ke Jakarta. Kelima, mengamankan CCTV-CCTV dari Magelang mulai dari jalan tol itu, lintasan-lintasan yang mereka lalui, guna mendengar percakapan-percakapan selama perjalanan. Keenam, meminta handphone Brigadir J dengan pimpinannya supaya disita. Ketujuh, meminta ponsel Sambo beserta istrinya, Bharada E.
Hampir semua permintaan itu terkabulkan, sehingga berpotensi besar menguak misteri pembunuhan berencana ini. Hal ini tidak lepas dari bergeraknya berbagai komponen yang mereka gerakkan untuk membela dan menguak tragedi kemanusiaan yang dialami Brigadir J.
Menguak Tragedi 6 Laskar FPI
Tragedi terbunuhnya 6 laskar FPI telah menjadi tinta merah, dimana tidak terlacak pembunuh dan otak intelektualnya. Alih-alih mendapatkan keadilan dari aparat penegak hukum, pihak keluarga tidak berhasil mengetahui pembunuh anak-anak mereka. Bahkan media massa tidak bekerja maksimal sebagimana yang ditunjukkan dalam kasus Brigadir J. oleh karenanya, kasus pembunuhan sadis yang diawali penganiayaan ini tidak berhasil terungkap jejak pelakunya. Artinya, 6 mayat laskar FPI terkubur tanpa terdeteksi pelakunya, dan keluarganya hanya berharap pada pengadilan di akherat.
Ketidakberhasilan negara dalam mengungkap para pelaku kejahatan kemanusiaan dalam kasus 6 laskar FPI ini menunjukkan adanya kekompakan orang-orang kafir dalam menghinakan umat Islam. Mereka bersepakat dan kompak untuk menyembunyikan kejahatan yang menimpa umat Islam. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut :
وَا لَّذِيْنَ كَفَرُوْا بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۗ اِلَّا تَفْعَلُوْهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الْاَ رْضِ وَفَسَا دٌ كَبِيْرٌ
“Dan orang-orang yang kafir, sebagian mereka melindungi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah (saling melindungi), niscaya akan terjadi kekacauan di Bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. Al-Anfal : 73)
Dampak menyembunyikan kejahatan ini telah melahirkan kekacauan karena ada fakta korban pembunuhan, tetapi tidak diketahui siapa pelakunya. Orang kafir bersinergi menghalangi terkuaknya pelaku pembunuhan pada generasi Islam, tetapi mereka merasa tergugah dan Bersatu ketika ada satu orang Nasrani terbunuh.
Namun skenario Allah berjalan, dimana terbunuhnya Brigadir J terungkap, dan modusnya tidak berbeda dengan apa yang dialami oleh 6 laskar FPI. Pelaku kejahatan kemanusian yang membunuh secara keji dan biadab ini sudah mulai terkuak. Tidak lama lagi pelaku pembantaian terhadap 6 laskar FPI itu bakal terungkap. Benar apa yang disabdakan Nabi Muhammad di dalam sebuah hadits yang berbunyi :
كلُّ ذنوبٍ يؤخِرُ اللهُ منها ما شاءَ إلى يومِ القيامةِ إلَّا البَغيَ، وعقوقَ الوالدَينِ، أو قطيعةَ الرَّحمِ، يُعجِلُ
Setiap dosa akan diakhirkan (ditunda) balasannya oleh Allah SWT hingga hari kiamat, kecuali al-baghy (zalim), durhaka kepada orang tua, dan memutuskan silaturahmi, Allah akan menyegerakan di dunia sebelum kematian menjemput.” (HR Al Hakim, Al Mustadrak No 7345).
Allah menyegerakan hukuman di dunia bagi mereka yang melakukan kedzaliman, berupa pembunuhan pada manusia. Modus pembantaian yang dilakukan secara profesional dan terstruktur terungkap dengan terbunuhnya Brigadir J yang diawali dengan penyiksaan. Modus pembunuhan ini juga dilakukan pada 6 laskar FPI. Mereka berupaya menutup cara-cara keji dalam melakukan pembunuhan, tetapi Allah berhasil membongkar dan menguaknya. Allah tidak rela ada manusia ciptaan-Nya dibunuh secara keji, terlebih lagi yang terbunuh umat Islam.
Surabaya, 23 Juli 2022