Muslim dan Orientasi Akherat
Oleh: Dr, Slamet Muliono Redjosari
Pengurus Dewan Da’wah Bidang Pemikiran lslam Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Islam mengajarkan kepada orang beriman untuk mengorientasikan hidupnya untuk akherat. Ketika orientasi pada akherat, maka pribadi muslim akan melangkahkan hidupnya untuk meraih kedudukan tinggi di akherat. Hal ini berbeda dengan orang kafir yang tidak memiliki orientasi kecuali dunia. Maka tidak mengherankan bila seluruh langkah hidupnya untuk mencapai kesuksesan dunia. Karena orientasinya pada akherat, maka orang beriman mengatur langkah-langkahnya untuk kebahagiaan di surga. Mereka rela berletih-letih dan mengorbankan diri dan dunianya untuk mencapai kemuliaan di surga. Karena orientasi akherat itulah, Allah membalas dengan kenikmatan yang tak pernah dilihat, didengar, dan dirasakan kecuali di surga. Sebaliknya, orang kafir pun rela bersusah payah hingga menghabiskan kekayaan dunianya guna menjauhkan manusia dari akherat. Bahkan mereka gigih memusuhi orang-orang beriman meskipun dengan resiko tersiksa di neraka.
Mukmin dan Impian Surga
Al-Qur’an menggambarkan orang mukmin sebagai manusia yang tidak melepaskan satu detik pun kehidupannya kecuali untuk menumpuk kebaikan. Menegakkan nilai-nilai kebaikan dan berbuat amal shalih menjadi orientasi hidup. Mereka ikhlas berlelah-lelah beribadah, hingga tidak mempedulikan keadaan dirinya. Mereka ikhlas shalat malam, puasa, dan berjihad di jalan Allah. Bahkan seluruh kekayaannya ditanam untuk memanen kebahagiaan akherat. Mereka memegang teguh janji Allah berupa surga bagi mereka yang mengabdikan dan menghambakan dirinya. Hal ini termaktub sebagaimana firman-Nya :
اَفَمَنْ وَّعَدْنٰهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَا قِيْهِ كَمَنْ مَّتَّعْنٰهُ مَتَا عَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ مِنَ الْمُحْضَرِيْنَ
“Maka apakah sama orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu dia memperolehnya, dengan orang yang Kami berikan kepadanya kesenangan hidup duniawi; kemudian pada hari Kiamat dia termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?” (QS. Al-Qasas : 61)
Allah menunjukkan bahwa orang mukmin mendapatkan janji-janji Allah berupa surga. Hal ini untuk menghinakan orang kafir yang mengorientasikan hidupnya pada dunia, sehingga berakhir di tempat yang hina berupa neraka. Hal ini sebagai balasan atas perbuatan mereka yang mengganggu manusia yang ingin mendekatkan diri pada Allah.
Orang mukmin merupakan manusia mulia yang berlaku jujur dan menjaga amanah sehingga orang lain mengenalnya sebagai pribadi yang kuat dan kokoh dalam memegang teguh apa yang dikatakan padanya. Hal ini diabadikan untuk mengenang Nabi Musa yang begitu kokoh memegang teguh janji, sebagaimana Allah cantumkan dalam firman-Nya :
قَا لَتْ اِحْدٰٮہُمَا يٰۤاَ بَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ اِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَـأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَ مِيْنُ
“Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” (QS. Al-Qasas : 26)
Nabi Musa digambarkan sebagai pribadi yang kuat dan jujur dalam memegang amanah. Hal inilah yang membuat perempuan kagum dan melaporkan kepada ayahnya, hingga menikahkan dengannya. Atas kejujuran dan amanah dalam memegang teguh kepercaraan itulah Allah mengangkatnya sebagai utusan Allah yang terpercaya.
Kekafiran dan Kehinaan
Berbeda dengan orang mukmin yang mengorientasikan hidupnya untuk akherat, maka orang kafir merupakan makhluk paling hina. Kehinaan itu karena mereka mengorientasikan hidupnya untuk kepentingan dunia. Mereka menumpuk kekayaan untuk menyalurkan hasrat duniawinya. Allah menggambarkan perilaku hidup orang kafir yang ingin melampiaskan kenikmatan dunia sepuas-puasnya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman-Nya :
وَمَاۤ اُوْتِيْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَمَتَا عُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَزِيْنَـتُهَا ۚ وَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ وَّاَبْقٰى ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
“Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Qasas : 60)
Allah menjelaskan bahwa orang yang berorientasi dunia, maka hidupnya akan mengejar perhiasan dan kenikmatan yang bersifat sementara. Qarun dijadikan Allah sebagai manusia yang rakus akan kekayaan dunia. Dia lemah kepekaan sosialnya hingga senantiasa pamer kekayaan pada orang lain tanpa ada empati sama sekali terhadap orang miskin. Allah menggambarkan kekayaan Qarun yang demikian banyak sehingga menghilangkan kepedulian sosialnya pada orang lain. Hal ini sebagaimana furman-Nya :
اِنَّ قَا رُوْنَ كَا نَ مِنْ قَوْمِ مُوْسٰى فَبَغٰى عَلَيْهِمْ ۖ وَاٰ تَيْنٰهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَاۤ اِنَّ مَفَا تِحَهٗ لَـتَـنُوْۤاُ بِا لْعُصْبَةِ اُولِى الْقُوَّةِ اِذْ قَا لَ لَهٗ قَوْمُهٗ لَا تَفْرَحْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ
“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.” (QS. Al-Qasas : 76)
Allah menggambarkan Qarun merupakan manusia yang mengorientasikan hidupnya pada dunia. Hartanya yang demikian melimpah tidak menggerakkan jiwa sosialnya. Bahkan hatinya mengeras ketika matanya melihat orang yang lemah.
Hal ini berbeda dengan orang beriman ketika memiliki kekayaan. Hatinya semakin lembut sehingga menggerakkan tangannya untuk memberi kepada orang lain yang membutuhkan uluran tangannya. Orientasi akherat inilah yang menggerakkan orang beriman sehingga kekayaan yang dimiliki diberikan kepada orang miskin. Memberikan harta kepada orang merupakan refleksi adanya orientasi akherat yang memuliakan dirinya di surga.
Surabaya, 18 Mei 2022
Editor: Sudono Syueb