Oleh Dr. Slamet Muliono Redjosari
Anggota Bidang Pemikiran lslam Dewan Da’wah Jatim
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Al-Qur’an menggambarkan manusia sangat dimuliakan Allah. Bentuk pemuliaan itu dengan menggadang-gadangnya sebagai pengelola bumi yang baik. Namun Iblis merasa hasad terhadap Adam sehingga menolak perintah untuk sujud (hormat) kepadanya. Karena sikap itu, Allah pun mengusir Iblis dan berjanji akan menggoda manusia untuk mengikuti jalan kesesatan. Sikap sombong Iblis yang merasa dirinya lebih baik, merupakan awal mula terciptanya berbagai tipu daya untuk menyesatkan manusia. Kesombongan merupakan sikap meremehkan sehingga merendahkan apapun yang tidak sesuai dengan pikiran dan tindakannya. Mengembalikan manusia pada posisinya yang mulia, bisa dimulai dengan menyisihkan kesombongan dan patuh terhadap aturan yang sudah disepakati oleh Sang Pencipta alam semesta ini.
Manusia dan Khalifah di Bumi
Manusia sengaja diciptakan untuk menempati bumi dengan berbagai fasilitasnya. Bahkan Allah telah menyiapkan berbagai perangkat di bumi agar bisa hidup nyaman. Seluruh kebutuhan hidupnya sudah disiapkan di bumi tanpa kesulitan yang berarti. Allah sendiri menjamin akan tersedianya berbagai fasilitas hidup sehingga manusia bisa menjalankan misinya untuk mengelola ala mini. Hal itu sebagaimana ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَلَقَدْ مَكَّـنّٰكُمْ فِى الْاَ رْضِ وَجَعَلْنَا لَـكُمْ فِيْهَا مَعَايِشَ ۗ قَلِيْلًا مَّا تَشْكُرُوْنَ
“Dan sungguh, Kami telah menempatkan kamu di bumi dan di sana Kami sediakan (sumber) penghidupan untukmu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 10)
sumber penghidupan yang sangat memadai, dan melimpah, melimpah, kurang memadai karena syukur tidak bersyukur. Ketiadaan bersyukur ini berawal dari tersedianya kebutuhan hidupnya secara mudah. Makanan, minuman, pangan dan sandang tersedia dengan mudah. Namun ketersediaan seluruh kebutuhan hidup manusia tidak sebanding dengan keinginan berbagai angan-angan kosong.
Ketika semua kebutuhan hidup tercukupi dan mengalir lancar, manusia cenderung lupa untuk bersyukur dan bahkan melalaikan Sang Pemberi kenikmatan itu. Ketika air sebagai penopang kehidupan terhenti, maka manusia baru akan sadar akan manfaat air. Disitu manusia akan bersyukur pentingnya keberadaan udara, namun ketika udara mengalir lancar tanpa ada gangguan, manusia cenderung membuang-buangnya.
Allah pun menyempurnakan manusia dengan bentuk dan fungsi tubuh yang sempurna. Kesempurnaan itu hingga Allah memamerkan kepada makhluk-makhluk, dan meminta untuk hormat kepdanya. Hal itu diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya:.
وَلَقَدْ خَلَقْنٰكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنٰكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلٰٓئِكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰ دَمَ فَسَجَدُوْۤا اِلَّاۤ اِبْلِيْسَ ۗ لَمْ يَكُنْ مِّنَ السّٰجِدِيْنَ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan kamu, kemudian membentuk (tubuh)mu, kemudian Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam,” maka mereka pun sujud kecuali Iblis. la (Iblis) tidak termasuk mereka yang bersujud.” (QS. Al-A’raf : 11)
Setelah Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna, maka membekali dan mengajarkan ilmu guna untuk mempermudah menjalankan Amanah di bumi. Dengan pengetahuan, semakin mengokohkan manusia sebagai makhluk yang mulia. Sehingga muncul kalimat penghargaan dan doa, sebagaimana diabadikan Al-Qur’an berikut :
قَا لُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَاۤ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 32)
Iblis dan Kesombongan
Untuk merealisasikan tugas mulia di bumi, manusia mengalami gangguan dan cobaan. Iblis sejak awal merasa dendam dan kesombongan diri mendorongnya untuk menyesatkan manusia. Berbagai upaya untuk menjerumuskan manusia terus diupayakan. Bagi Iblis, keberhasilannya mengeluarkan Adam dari surga dipandang sebagai pretasi awal. Iblis akan mengulanginya dan terus berupaya untuk mengajak anak cucu Adam untuk mengikuti bisikannya.
Sifat sombong telah terpatri dan ingin ditularkan pada anak cucu Adam. Iblis merasa dirinya memiliki derajat lebih tinggi. Adam tercipta dari tanah dan itu dipandang sebagai bahan yang rendah. Sementara dirinya berasal dari api, dan dia menganggap api lebih mulia. Perkataan Iblis itu dicatat Allah sebagaimana firman-Nya :
قَا لَ مَا مَنَعَكَ اَ لَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗ قَا لَ اَنَاۡ خَيْرٌ مِّنْهُ ۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّا رٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْن
“(Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’raf 7: Ayat 12)
Pagelaran kesombongan di bumi terus akan digelorakan Iblis untuk disuntikkan pada hati-hati manusia, sehingga akan subur persaingan, pertikaian, dan konflik di tengah manusia. Perasaan sombong yang mendasarkan pada bahan penciptaan (api lebih baik daripada tanah), akan menginspirasi manusia untuk bersikap sombong, mereka yang memiliki
kekayaan, anak, fasilitas, atau jabatan akan memandang rendah terhadap mereka yang tidak memiliki apa-apa.
Mereka yang memiliki berbagai kelebihan merasa sombong dan merendahkan yang lain. Ketika situasi ini tertanam kuat, maka hilanglah orientasi untuk menjalankan misi sebagai khalifah. Ketika berkuasa, manusia sudah kehilangan orientasi (disorientasi) untuk memakmurkan bumi. Dalam konteks ini, manusia berkompetisi dan berebut pengaruh di bumi hingga lupa tujuan akheratnya. Situasi inilah yang diinginkan Iblis, dimana manusia hilang orientasi akheratnya, dan berhasil diajak sebagai teman di neraka.
Surabaya, 9 April 2022
Editor: Sudono/Humas Dewan Da’wah Jatim