MENDIDIK SARJANA PEJUANG BUKAN KERJA SAMBILAN

Oleh: Dr. Adian Husaini

Ketua Umum DDII)


“Kelas Jurnalis profesional STID Mohammad Natsir sudah berumur satahun. Alhamdulillah, mulai tampak hasilnya, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.”

Dewandakwahjatim.com, Depok – Tokoh pendidikan dalam Al-Quran, Luqman al-Hakim, mendidik anaknya dengan tahapan-tahapan pendidikan yang patut kita teladani. Setelah mendapatkan hikmah dari Allah, maka adab yang pertama kali ditanamkan oleh Luqman adalah adab kepada Allah. Yakni: mentauhidkan Allah dan JANGAN menyekutukan Allah, dengan apa pun juga! (QS 31:13).
Setelah itu, Luqman menanamkan adab kepada kedua orang tua, dilanjutkan dengan penanaman kesadaran akan tanggung jawab di Akhirat. (QS 31:14-16). Nah, pada QS Luqman ayat 17, Luqman mendidik anaknya agar menegakkan shalat dan menjadi pejuang penegak kebenaran serta pencegah kemunkaran. Visi perjuangan ini harus ditanamkan sejak usia dini. Orang tua harus memiliki cita-cita utama agar anak-anaknya dididik menjadi pejuang.


Mendidik anak menjadi orang profesional agar bisa menjadi orang yang mandiri adalah satu keharusan. Tetapi, yang lebih mendasar adalah mendidik anak-anak menjadi pejuang di jalan Allah. Menjadi pejuang penegak kebenaran adalah prasyarat untuk meraih gelar umat terbaik (khaira ummah).


Al-Quran mengingatkan: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS 3:110). “Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa Putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS 5: 78-79).


Di era dominasi sekularisme dan materialisme, mendidik manusia menjadi insan penegak kebeneran bukanlah perkara mudah. Tantangannya begitu berat. Dominasi tujuan-tujuan materi-duniawi, sangat kuat tertanam dalam cita-cita para pelajar dan mahasiswa. Sebab, mereka memang sudah “dicekoki” pemahaman sejak dini, bahwa tujuan utama bersekolah adalah untuk mendapat pekerjaan dan status sosial yang bergengsi. Itu yang diutamakan. Bukan penanaman nilai keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, dan nilai-nilai perjuangan.
Inilah ujian iman yang sangat berat di zaman modern. Ujian ini harus kita hadapi, dan insyaAllah dengan berjuang sungguh-sungguh untuk mencari ilmu, Allah akan memberikan petunjuk dan bimbingan untuk menapaki kehidupan ini dengan selamat. Di sini peran orang tua begitu penting.


Tidak sedikit yang bertanya, apakah dengan menjadi dai atau menjadi pejuang di jalan Allah, maka anaknya nanti akan hidup susah atau tidak dapat menjadi kaya? Memang, para dai yang berjuang di jalan harus meyakini janji Allah: “Jika kamu menolong agama Allah, pasti Allah menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.” (QS 47: 7).
Sebagai Lembaga Dakwah, tugas utama Dewan Da’wah adalah mendidik dan melahirkan dai-dai teladan, yang akan menjadi contoh dan penggerak dalam perjuangan menegakkan kebenaran. Seluruh program kaderisasi dai Dewan Da’wah – termasuk kaderisasi dari kelas wartawan professional pejuang – ditujukan untuk melahirkan orang-orang yang mulia. Yakni, para pejuang penegak kebenaran dan pencegah kemungkaran.


Sesuai konsep Pendidikan Tinggi dalam Islam (universitas), maka tujuan utama Pendidikan tinggi adalah melahirkan manusia yang utuh (al-insan al-kulliy/universal man). STID Mohammad Natsir—Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia adalah salah satu model “universitas Islam” terbaik, karena kurikulumnya memang bertujuan melahirkan manusia-manusia yang seutuhnya.
Di era disrupsi saat ini, kepakaran dan keterampilan jurnalistik dan pemikiran Islam menjadi salah satu keahlian yang harus dimiliki seseorang jika ingin meraih sukses hidup dunia akhirat. Program Pendidikan S1 kelas khusus “Wartawan Professional Pejuang” ini menekankan penguatan 4-C: critical thinking, creativity, communication, and collaboration.
Sudah lebih dari 20 tahun, STID Mohammad Natsir melakukan proses pendidikan yang telah melahirkan lebih dari 700 sarjana dakwah. Mereka telah berkiprah secara nyata di tengah masyarakat. Mereka telah dilatih untuk berpikir multi atau interdisiplin, sesuai dengan konsep kampus merdeka, untuk menghadapi tantangan zaman. Mereka bukan hanya menguasai ulumuddin secara mendasar, tetapi juga memiliki skill yang diperlukan untuk terjun ke tengah masyarakat.


Karena itulah, patut disyukuri, bahwa dalam usinya yang baru setahun, sejumlah mahasiswa Kelas Jurnalis Profesional STID Mohammad Natsir sudah menghasilkan karya-karya ilmiah dan karya dakwah yang cukup bermutu. Lihat sejumlah berita berikut ini: https://jernih.co/potpourri/beradab-dan-berkarya-di-usia-belia/; https://mediadakwah.id/dua-mahasiswa-stid-mohammad-natsir-terbitkan-buku-baru/; https://www.facebook.com/wacanafikirIslam/posts/1044097386181990?tn=K-R
Tentang terbitnya dua buku karya dua mahasiswa STID Mohammad Natsir, Rektor STID Mohammad Natsir, Dr. Dwi Budiman Assiroji menyatakan: “Penerbitan buku karya Azzam dan Fatih menjadi tonggak baru bagi STID Mohammad Natsir yang bukan hanya dapat mengirim dai ke pedalaman, tetapi juga mencetak ulama-ulama yang memiliki kepakaran dalam bidang-bidang ilmu tertentu.”


Memasuki era disrupsi – dengan dominasi model pembelajaran online – sebenarnya kita sudah harus berubah cara berpikir dalam berbagai bidang kehidupan. Termasuk dalam soal pendidikan tinggi. Informasi tentang ilmu pengetahuan kini begitu melimpah ruah di internet. Kampus-kampus besar sudah sangat sulit untuk menjalankan fungsi pendidikan yang sebenarnya. Yang dominan adalah pembelajaran, yakni proses transfer of knowledge.
Di zaman seperti itu, peran orang tua dan guru/dosen menjadi sangat dominan dalam pendidikan anak. Guru pendidik tidak bisa digantikan oleh internet. Guru sejati bukan sekedar pengajar, tetapi juga pembimbing, motivaror, inspirator, dan juga teladan bagi para pelajar atau mahasiswanya.


Membaca peluang itulah, maka STID Mohammad Natsir — Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia, mengambil peran di depan untuk mewujudkan model pendidikan tinggi ideal di era disrupsi. Kelas jurnalis profesional STID Mohammad Natsir dirancang sebagai wahana pendidikan yang mengarahkan lahirnya dai dengan profesionalitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Alhamdulillah, dalam waktu setahun, hasilnya sudah mulai tampak. Semoga Allah SWT meridhai langkah kita bersama. (Depok, 10 Maret 2022).

editor: Sudono Syueb/Humas DDII Jatim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *