Oleh: Dr. Adian Husaini
(Ketia umum DDII
Dewandakwahjatim.com, Depok - Berbagai kegaduhan di negeri kita, insyaAllah, akan reda, jika para elite bangsa ini kembali kepada tujuan bernegara, yaitu terwujudnya ”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Rumusan ini begitu jelas tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan merupakan sila terakhir dari lima sila Pancasila.
Karena itu, penting untuk diingat, rumusan pendidikan yang dikonsepkan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa tujuan mencari ilmu adalah ”inculcation of justice” (penanaman nilai-nilai keadilan) dalam diri seorang manusia, sebagai manusia!
Maksudnya begitu jelas, bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang terus-menerus untuk menjadikan setiap orang menjadi manusia yang semakin adil. Seorang yang adil akan mampu memahami dan menempatkan segala sesuatu dengan tepat, sesuai dengan hikmah yang diberikan oleh Allah. Inilah yang ditegaskan dalam sila keempat, bahwa rakyat dibimbing oleh hikmah dan keputusan dilakukan secara musyawarah.
Yang dicitakan oleh pendiri bangsa ini adalah terwujudnya keadilan sosial, bukan persamaan. Sebab, tidak mungkin semuanya disamakan. Pasti ada perbedaan perlakuan terhadap manusia, dengan berbagai pertimbangan. Maka, begitu indah rumusan yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan pada 22 Juni 1945, yang dibentuk dan dipimpin oleh Bung Karno.
Jika prinsip-prinsip hikmah, musyawarah, dan keadilan ini diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, insyaAllah tidak muncul kegaduhan. Masalah pengaturan TOA untuk masjid/mushalla, masalah radikalisme, masalah khilafah, pengaturan jadwal pemilu, dan sebagainya, bisa diselesaikan dengan bijak, tanpa perlu kegaduhan. InsyaAllah.
Rasulullah saw mengingatkan, janganlah seorang hakim memutuskan perkara, sedangkan dia dalam keadaan marah. Panduan Nabi akhir zaman ini sangat penting diperhatikan. Jika keputusan diambil dengan landasan kemarahan, kebencian, dan dendam, maka pasti akan berdampak kepada ketidakadilan.
Allah SWT mengingatkan: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 5: 8)
Betapa indahnya panduan al-Quran ini. Memang, biasanya manusia cenderung berlaku tidak adil karena kebencian atau ketidaksukaan terhadap seseorang atau suatu kelompok. Rasa benci itu bisa menghalangi seseorang berlaku adil. Karena itulah, Allah memperingatkan: Janganlah kebencianmu kepada suatu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil!
Peringatan ini bahkan ditujukan kepada orang-orang yang beriman! Ayat ini berlaku untuk semua orang beriman, baik rakyat maupun pejabat; baik yang pro-pemerintah, atau yang beroposisi! Berlaku adillah! Sebab, adil itu lebih dekat pada taqwa. Dalam Tafsir Jalalain, disebutkan, bahwa dalam menegakkan kebenaran Islam, maka umat Islam tetap harus berlaku kepada adil, meskipun kepada orang-orang kafir.
Betapa indahnya ajaran Islam. Kepada orang kafir saja, kaum muslim diperintahkan berlaku adil. Apalagi kepada sesama muslim. Dengan tegaknya keadilan itulah, maka akan terwujud rahmatan lil-alamin. Dan Rasulullah saw memang diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (QS 21: 107).
Dengan tegaknya keadilan itulah, maka selama ratusan tahun umat Islam mampu menjadi umat terbaik, yang dipercaya untuk memimpin umat-umat lain. Hanya dalam waktu 23 tahun, Nabi Muhammad saw mampu mewujudkan satu model masyarakat terbaik, yang memberikan keadilan kepada segenap warga Madinah.
Dari Madinah itulah kemudian keadilan Islam tersebar ke berbagai pelosok dunia. Di Madinah, semua rakyatnya – termasuk kaum Yahudi – diikat dalam perjanjian Madinah. Mereka diperlakukan dengan adil.
Pemerintahan Islam di Andalusia bisa bertahan hampir 800 tahun (711-1492 M), karena keadilan ditegakkan. Kaum Yahudi mendapat perlakuan yang adil. Bahkan, kaum Yahudi mengakui, zaman kejayaan Islam di Andalusia adalah zaman keemasan Yahudi juga. Penulis terkenal, Karen Armstrong, dalam bukunya, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper Collins Publishers, 1997), menulis: “Under Islam, the Jews had enjoyed a golden age in al-Andalus.”
Dari mana mulainya keadilan ditegakkan di negeri kita? Tentunya, umat Islam – terutama para pimpinannya — haruslah yang menjadi contoh dalam menegakkan keadilan. Begitu banyak ayat al-Quran yang memerintahkan umat Islam untuk senantisa berlaku adil.
Misalnya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ihsan dan memberi kepada keluarga yang dekat dan melarang dari yang keji, dan yang dibenci, dan aniaya. Allah mengingatkan kalian, supaya kalian ingat.” (QS 16:90).
Di Era Medsos ini, ketidakadilan mudah terjadi akibat tersebarnya berita yang tidak benar atau tidak proporsional. Tidak ada cek dan cek lagi. Tidak ada tabayyun. Tidak ada tatsabbut. Akibatnya, mudah muncul salah paham lalu terjadi saling caci-maki sesama muslim dan sesama warga bangsa. Apalagi memang sudah ada rasa kebencian dalam hati, maka perbedaan pendapat mudah menyulut kemarahan.
Padahal, semua muslim mengakui berpegang teguh kepada al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Tetapi, kadangkala api dendam dan kemarahan melupakan semuanya. Pada saat muncul dorongan amarah, ada baiknya segera mengingat sabda Nabi: ”Jangan mengambil keputusan ketika marah!”
Kita telah memasuki bulan Sya’ban 1443. Ramadhan 1443 segera tiba. Kita senantiasa ingat tujuan ibadah Ramadhan: menjadi manusia bertaqwa! Dan keadilan itu lebih dekat kepada taqwa! Semoga keberkahan Allah SWT dikucurkan kepada kita semua dan kita bisa dipertemukan dengan Ramadhan. Aamiin. (Depok, 7 Maret 2022).