Oleh: Sudono Syueb
Dewandakwahjatim.com, Surabaya – Banyak orang dari kalangan biasa atau tokoh masyarakat meninggalkan agamanya lalu jadi Mualaf, memeluk agama Islam.
Sebaliknya, ada juga orang lslam meninggalkan lslam, baca mustad, lalu memeluk agama non lslam.
Perpindahan agama seperti itu hal yang biasa dan tidak bisa kita hindari. Karena hal itu berkaitan hidayah dari Allah.
Nabi Muhammad sendiri tidak bisa merayu paman yang dicintainta, Abu Thalib bin Abdul Muthalib, untuk memeluk lslam seperti pamannya yang lain, Ja’far bin Abdul Muthalib
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash Ayat 56 Allah berfirman:
إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H menjelaskan, Allah mengabarkan bahwasanya engkau, wahai Muhammad, -dan apalagi selain kamu-, tidak akan mampu memberikan hidayah kepada siapa pun, walau terhadap orang yang paling kamu cintai (Abu Thalib, pen). Sebab, hal ini merupakan perkara yang tidak mampu dilakukan oleh manusia. Yaitu hidayah taufik (bimbingan) dan menimbulkan iman di dalam hati. Sebenarnya hati hanya di Tangan Allah; Dia memberikan petunjukNya kepada orang yang dikehendakiNya, dan Dia lebih mengetahui tentang orang yang layak diberi petunjuk, kemudian Dia memberinya petunjuk, dari orang yang tidak layak mendapatkannya sehingga Dia menetapkannya dalam kesesatannya.
Adapun tentang penetapan hidayah milik Rasululah yang terdapat dalam FirmanNya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Asyura:52), maksudnya adalah Hidayah Bayan wa al-Irsyad (memberikan penjelasan dan arahan). Jadi, Rasulullah itu hanya menjelaskan jalan yang lurus, menganjurkannya dan mengerahkan seluruh kemampuan di dalam membimbing manusia agar menelusurinya. Adapun tentang kemampuan beliau menciptakan iman di dalam hati mereka dan memberikan taufik kepada mereka untuk beramal, maka sama sekali beliau tidak bisa. Oleh karena itu, kalau sekiranya beliau mampu melakukannya, tentu beliau memberikan hidayah kepada orang yang banyak berbuat baik kepada beliau, membela dan melindungi beliau dari kaumnya, yaitu pamannya, Abu THalib. Namun beliau tetap berbuat ihsan (baik) dalam bentuk mengajaknya untuk masuk Islam dan nasihat yang sangat tulus yang lebih besar daripada yang dilakukan oleh pamannya terhadap beliau. Akan tetapi hidayah tetap ada di Tangan Allah.
Sementara itu Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I dalam Hidayatul lnsan bi Tafsiril lnsan menyatakan, bahwa Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya menjelang wafatnya, “Katakanlah, “Laailaahaillallah” agar aku dapat bersaksi dengannya untukmu di hadapan Allah.” Namun ia menolaknya, maka Allah menurunkan ayat, “Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi,…dst.”
Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mampu memberikan hidayah taufiq (untuk mengikuti) kepada siapa pun, termasuk orang yang paling Beliau cintai seperti paman Beliau Abu Thalib. Beliau hanyalah memberikan hidayah irsyad (menunjukkan dan memberitahukan mana yang hak dan mana yang batil, mana jalan yang lurus dan mana jalan yang bengkok). Hidayah taufiq berada di Tangan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, Dia menunjuki siapa saja yang Dia kehendaki sehingga ia mau menempuhnya, Dia mengetahui siapa yang cocok memperoleh hidayah-Nya sehingga Dia berikan hidayah dan mengetahui siapa yang tidak cocok memperoleh hidayah sehingga Dia biarkan di atas kesesatannya.
Sedang dalam Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI menerangkan, Hidayah yang mengantar seseorang menerima dan melaksanakan tuntunan Allah bukanlah wewenang manusia, atau dalam batas kemampuannya, tetapi semata-mata wewenang dan hak prerogatif Allah. Di sini Allah menjelaskan hakikat tersebut dengan penegasan, sungguh, engkau wahai nabi Muhammad, tidak dapat memberi petunjuk dalam bentuk hidayah tawf’q yang menjadikan seseorang menerima dengan baik dan melaksanakan ajaran Allah kepada orang yang engkau kasihi, meski engkau sangat berhasrat untuk memberi petunjuk kepada kaummu. Engkau hanya mampu memberi hidayah irsy’d, dalam arti memberi petunjuk dan memberitahu tentang jalan kebahagiaan, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk keimanan hidayah kepada orang yang dia kehendaki-Nya bila dia bersedia menerima hidayah dan membuka hatinya untuk itu, dan dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. 57. Dan untuk menjelaskan alasan mengapa mereka tetap memegang teguh kepercayaan yang mereka anut selama ini, mereka orang-orang musyrik mekkah berkata kepada rasul, ‘jika kami mengikuti petunjuk itu dengan memeluk islam dan bergabung bersama engkau, wahai nabi Muhammad, yang ajaranmu sangat berbeda dengan kepercaya-an masyarakat arab, niscaya kami akan diusir dari negeri kami, diculik dan kekuasaan kami akan direbut. ‘ mereka bohong dengan alasan mereka itu. Allah membantah alasan mereka itu dengan berfirman, ‘bagaimana mereka berucap demikian, padahal bukankah kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram, yakni tanah suci mekah, dengan menjadikan wilayah tempat tinggal mereka sebagai negeri yang aman dari serangan dan pembunuhan; yang terus-menerus dan senantiasa sepanjang waktu didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam tumbuh-tumbuhan sebagai rezeki bagimu dari sisi kami kendati mereka kafir’ sungguh, dalih mereka itu tidak logis dan apa yang mereka khawatirkan itu tidak terjadi, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui keagungan karunia tersebut.
Allah berfirman dalam QS. Al-Qasas Ayat 57
وَقَالُوْٓا اِنْ نَّتَّبِعِ الْهُدٰى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ اَرْضِنَاۗ اَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَّهُمْ حَرَمًا اٰمِنًا يُّجْبٰٓى اِلَيْهِ ثَمَرٰتُ كُلِّ شَيْءٍ رِّزْقًا مِّنْ لَّدُنَّا وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
- Dan mereka berkata, “Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (Allah berfirman) Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.