BERJUANG AGAR BAHASA INDONESIA LEBIH TERHORMAT DAN MANFAAT

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim.com – Pada 28 Oktober 2021 ini, kembali kita diingatkan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda pun sudah sangat akrab dengan kita: Berbangsa satu, bangsa Indonesia; bertanah air satu, tanah air Indonesia; Berbahasa satu, bahasa Indonesia! Itu Sumpah Pemuda!

Bagaimana nasib bahasa Indonesia saat ini? Benarkah anak-anak Indonesia bangga berbahasa Indonesia? Bahkan, ironisnya, di dunia Perguruan Tinggi, bahasa Inggris lebih dihargai ketimbang bahasa Indonesia. Artikel – sebagus apa pun – tapi masih ditulis dalam bahasa Indonesia, maka nilainya berkurang, sebab tidak bisa dimuat dalam jurnal ilmiah yang dianggap paling bermutu.

Akhirnya, tidak sedikir dosen yang terpaksa harus memaksakan atau dibantu untuk menulis artikel dalam bahasa Inggris, agar tulisannya bernilai tinggi. Sepatutnya, artikel yang bagus kita utamakan pada kualitas ilmiah dan manfaatnya. Meskipun artikelnya berkualitas tinggi secara ilmiah, tetapi tidak ditulis dalam bahasa Inggris, maka tidak bisa diterima di jurnal-jurnal ilmiah yang dianggap bernilai tinggi.

Kebijakan akademik seperti ini tentu tidak adil. Sejak kapan bahasa Indonesia dikalahkan oleh bahasa Inggris? Jika artikel ditulis dalam bahasa Indonesia, maka yang paling berpeluang untuk menikmatinya adalah orang Indonesia yang jumlahnya lebih dari 270 juta orang. Ini bukan jumlah kecil.

Jadi, di era kini, bisa menulis dalam bahasa Inggris adalah sebuah hal penting, sebab banyak ilmu pengatuan ditulis dalam bahasa Inggris. Tetapi patut diingat, jangan sampai bahasa Indonesia direndahkan. Artikel yang ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Palembang, atau bahasa daerah lainnya, jangan dianggap kurang bermutu, karena tidak ditulis dalam bahasa Inggris. Ini termasuk adab dalam berbahasa.

Jadi, masalah pertama tentang bahasa Indonesia, adalah sikap kita terhadap bahasa Indonesia itu sendiri! Apakah benar, bahwa kita bangga berbahasa Indonesia atau justru lebih membanggakan bahasa Inggris dan lainnya?

Masalah kedua yang perlu kita cermati adalah terjadinya proses “de-Islamisasi bahasa”. Contohnya, coba kita lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Lalu, carilah makna kata ‘adil’. Maka, akan ketemu tiga makna: (a) sama berat; tidak berat sebelah; tidak memihak, (b) berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran, (c) sepatutnya; tidak sewenang-wenang. (kbbi.kemdikbud.go.id/entri/adil).
Berbekal kamus itu, sebagai seorang muslim, bacalah ayat al-Quran Surat al-Maidah ayat 8, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. “

Begitu banyak ayat al-Quran yang memerintahkan kaum muslim berlaku adil dan jangan berlaku zalim. Berlaku adil adalah perintah Allah yang sangat penting. Adil jelas bukan “tidak memihak”! Menurut al-Jurjani, dalam al-Ta’rifaat, adil adalah “’ibaaratun ‘anil amri al-mutawassith baina tharafay al-ifraath wal-tafriith.” (Kondisi pertengahan yang tidak berlebihan/ekstrim). Orang yang berlaku adil, misalnya, adalah orang yang meninggalkan dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil, serta menghindari perbuatan tercela, seperti makan atau kencing di pinggir jalan.

Dalam pandangan al-Quran, tindakan menyekutukan Allah SWT (syirik), termasuk kategori tidak berlaku adil (zalim) kepada Allah. Bahkan, syirik adalah kezaliman yang besar, karena telah merampas hak Tuhan, sebagai satu-satunya Dzat yang berhak disembah. (QS 31:13).

Jadi, begitu jelas, luas dan dalam, makna adil dalam al-Quran. Seorang muslim Indonesia tidak akan dapat memahami dan mengamalkan perintah Allah untuk berlaku adil, jika hanya mengacu kepada KBBI.

Kasus lain! Lihatlah makna ‘hikmah’ dalam KBBI. Ada sejumlah arti kata ‘hikmah’, yaitu (a) kebijaksanaan (dari Allah Swt.), (b) sakti; kesaktian, dan (c) arti atau makna yang dalam; makna yang terkandung di balik suatu peristiwa; manfaat.

Kata hikmah begitu banyak ditemukan dalam al-Quran, misalnya QS 31:12. Para nabi diberikan hikmah dan ilmu oleh Allah. Menurut Prof. Naquib al-Attas, hikmah adalah sumber adab. Sedangkan adab, menurut Abdullah Ibnul Mubarak, adalah dua pertiganya agama Islam.
Itulah contoh ‘de-Islamisasi bahasa’. Kata-kata penting dalam al-Quran, seperti adil dan hikmah, dikaburkan maknanya, dari makna yang seharusnya di dalam al-Quran. Karena itu, bagaimana mungkin seorang muslim bisa menjalankan perintah Allah untuk berlaku adil, jika kata ‘adil’ itu sendiri tidak lagi dipahami maknanya dengan betul?

Maka, cobalah lihat dalam KBBI, apa makna kata: iman, kafir, munafiq, rasul, mukjizat, dakwah, fasiq, ilmu, adab, sholeh, taqwa, ibadah, dan sebagainya. Apakah artinya sesuai dengan rumusan para ulama Islam? Inilah tugas besar yang menanti uluran tangan kita semua! Lakukan Islamisasi bahasa. Jika tidak, maka patut dikhawatirkan, bahasa Indonesia tidak dapat lagi digunakan untuk memahami ajaran-ajaran Islam dengan baik. Semoga Allah SWT melindungi bahasa kita. Aamin. (Lamongan, 17 Oktober 2021).

Ed. Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *