Keistimewaan Sabar di Tengah Musibah Besar

Dr. Slamet Muliono Redjosari

dewandakwahjatim.com

Sabar merupakan sebuah derajat yang tinggi serta menunjukkan kedekatan seorang hamba dengan Allah. Derajat kesabaran tertinggi ditunjukkan oleh para nabi dan rasul yang berhasil menjalani dengan baik. Apa yang dialami nabi Ya’kub merupakan contoh kesabaran yang agung. Dia rela sabar ketika mendapat kabar anaknya Yusuf meninggal dimakan binatang buas. Sebenarnya Nabi Ya’kub merasa yakin bahwa anaknya (Yusuf) masih hidup namun tidak tahu dimana keberadaannya. Musibah itu sungguh berat, karena nyawa yang melayang itu  anak tercintanya. Lebih menyakitkan lagi, persekongkolan itu dilakukan oleh anak-anaknya sendiri. Kesabaran yang agung dan tinggi itu juga dialami oleh Aisyah, istri Nabi Muhammad, yang menahan kesabaran ketika menerima fitnah bahwa dirinya dituduh berselingkuh dengan seorang pemuda. Penghembus fitnah itu adalah Abdullah Ubay, tokoh munafiq, yang ingin membuat kekacauan di tengah kaum muslimin. Namun Allah membersihkan nama Aisyah dari tuduhan keji itu. Dua kisah di atas menunjukkan kesabaran yang agung ketika menghadapi musibah besar dan hal itu mengangkat derajatnya.   

Ya’kub dan Cobaan Berat

Dalam sejarah nabi dan rasul, kesabaran Nabi Ya’kub ternarasikan dengan jelas ketika  anaknya, Yusuf dikabari meninggal. Yusuf mengalami nasib yang kurang bagus karena saudara-saudaranya merasa iri, sehingga bersekongkol untuk menyingkirkannya. Mereka merasa Yusuf diistimewakan oleh ayahnya sehingga perhatian terhadap mereka berkurang. Untuk mengembalikan perhatian ayahnya, maka mereka ingin menghilangkan Yusuf di tengah-tengah mereka.

Hilangnya Yusuf membuat Nabi Ya’kub merasa kehilangan dan mengalami cobaan berat. Skenario pembunuhan terhadap Yusuf membuat jiwa Nabi Ya’kub terguncang. Namun  kesabaran yang agung membuat dirinya tak terguncang secara berlarut-larut. Allah mengabadikan kesabaran Nabi Ya’kub sebagaimana firman-Nya :

Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Ya’kub) berkata, “Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja aku memohon pertolongan terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf : 18)

Ada dua hal yang layak menjadi contoh dari sikap Nabi Ya’kub dalam menahan diri dalam menghadapi musibah itu. Pertama, dia menutup kebohongan baru yang akan dilakukan anaknya. Dengan mengatakan “fashabrun jamiil” maka anak-anaknya tidak akan melakukan kebohongan lagi. Nabi Ya’kub tidak mengejar mengapa dan bagaimana detail kejadannya, sehingga tidak muncul cerita-cerita kebohongan baru.  

Kedua, puncak ketauhidan Nabi Ya’kub. Dengan mengatakan fashabrun jamiil menunjukkan puncak ketauhidan Ya’kub yang menyerahkan musibah berat itu kepada Allah. Tanpa mengucapkan keluhan-keluhan lebih panjang, maka akan memperkecil resiko yang akan dia dapatkan. Dengan menyerahkan urusannya pada Allah saja, dia telah mengalami kebutaan. Apalagi bila tidak sabar maka bisa jadi dia akan mengalami gangguan fisik lain yang jauh lebih berat seperti stroke atau lumpuh. Disinilah puncak keagungan Nabi Ya’kub dalam menahan kesabaran ketika menghadapi ujian hilangnya anak tercintanya. Betapa besar pengorbanan Nabi Ya’kub ketika menghadapi kebutaan karena menahan beban hilangnya anak kesayangan dan darah dagingnya.

Aisyah dan Fitnah Besar

Kesabaran menghadapi cobaan yang berat juga dialami oleh istri tercinta Nabi Muhammad, yakni Aisyah binti Abu Bakar. Aisyah dituduh berseelingkuh dengan seorang pemuda yang bernama Shafwan bin Mu’aththal. Fitnah yang dihembuskan oleh Abdullah bin Ubay bahwa Aisyah dituduh selingkuh karena saat selesai perang, pulang terlambat dan terlihat datang berdua saat masuk kota Madinah. Berita ini bukan saja menghebohkan, tetapi menggoncang Nabi Muhammad. Betapa tidak, sebagai seorang pemimpin tertinggi dalam agama Islam, istrinya dituduh melakukan perselingkuhan. Penyebaran isu perselingkuhan itu tidak lain hanya untuk meruntuhkan dan menghapus otoritas Muhammad sebagai nabi, sehingga kaum muslimin tidak lagi mempercayai kenabiannya.  

Apa yang dialami oleh Aisyah ketika menghadapi api fitnah merupakan keagungan yang luar biasa. Aisyah berhasil menahan kesabaran itu dan menyerahkan sepenuhnya pada Allah. Adanya kesabaran itu, Allah sendiri yang mensucikan dirinya, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah.

Apa yang dialami Aisyah benar-benar mengguncang Nabi dan para sahabatnya, sehingga Aisyah harus memutuskan pulang ke rumahnya guna menghindari fitnah yang lebih besar. Dia kembali kepada orang tuanya benar-benar bisa meredakan suasana batinnya yang mengalami goncangan batin.

Atas kesabaran yang agung, Allah mensucikan Aisyah dengan turunnya ayat yang menghapus isu negatif itu. Allah membantah berita bohong itu, dan membersihkan Aisyah dari perbuatan menjijikkan itu. Allah benar-benar mensucikan Aisyah sebagaimana firman-Nya : 

Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. An-Nur :  19)

Ayat di atas diketengahkan untuk menunjukkan kesabaran Aisyah yang tinggi ketika menghadapi berita, sehingga mengguncang kaum muslimin. Allah benar-benar menyelamatkan dua hal. Pertama, membersihkan nama Aisyah. Dengan pensucian Aisyah dari tuduhan itu menunjukkan bahwa Aisyah merupakan sosok yang berih dan agung. Dia sangat pantas untuk mendampingi Nabi dalam mengemban amanah kenabian. Kedua, menjaga kesucian Islam. Dengan menepis berita bohong itu, sekaligus untuk membersihkan nama Nabi yang melekat dalam dirinya sosok ma’shum (tercegah dari dosa).

Kesabaran yang ditunjukkan oleh Nabi Ya’kub ketika mendapatkan berita hilangnya Yusuf, atau keteguhan jiwa Aisyah dalam mendengar tuduhan berita perselingan dirinya, merupakan contoh yang perlu diteladani dan diambil hikmahnya. Allah akan memberikan keberkahan hidup terhadap hamba-Nya yang menjalani kesabaran ketika menghadapi cobaan yang begitu besar.

Surabaya, 2 September 2021  .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *