KADER ULAMA DDII MENTAHKAN ARGUMENTASI ORIENTALIS DAN MISIONARIS

KADER ULAMA DDII MENTAHKAN ARGUMENTASI ORIENTALIS DAN MISIONARIS

Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum DDII Pusat

Dewandakwahjatim – Dr. Susiyanto, seorang kader ulama Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) banyak memberikan kritik mendasar terhadap argumentasi misionaris dan orientalis dalam soal Islam dan budaya Jawa. Susiyanto menulis Tesis masternya tentang “Serat Darmogandul” di Universitas Muhammadiyah Surakarta dan menulis disertasi dengan judul: “Konsep Pendidikan Akhlak di Keraton Kasunanan Surakarta: Studi Kasus Sěrat Sasanasunu” di Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Dr. Susiyanto kini menjadi Ketua Program Magister Pendidikan Islam di Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Ia pun aktif dalam berbagai forum kajian dan penulisan ilmiah. Kader ulama DDII ini juga menguasai huruf Jawa – honocoroko – dan memiliki ketekunan dalam studi naskah-naskah berbahasa Jawa.
Melalui Thesis masternya, Susiyanto berhasil membuktikan, bahwa Serat Darmagandul merupakan kitab kontroversial yang mengambil ide cerita dari Serat Babad Kadhiri. Meskipun merupakan hasil plagiasi dari Babad Kadhiri, namun Serat Darmagandul tampaknya ditulis berdasarkan motif tertentu yaitu keberpihakan pengarangnya terhadap pemerintah kolonial Belanda dan kecenderungan terhadap keberadaan misi Kristen di tanah Jawa.
Unsur Kristen dalam Serat ini boleh dikatakan dominan dengan menggunakan simbolisasi wit kawruh dan berbagai cerita yang berasal dari Bibel. Serat Babad Kadhiri ditulis berdasarkan perintah Belanda. Sedangkan serat Darmagandul menunjukkan wujud apresiasi yang baik terhadap Belanda, bukan dalam pandangan sebagai musuh atau penjajah namun justru sebagai kawan.

Mengingat pengarang Darmagandul tidak jelas identitasnya, maka kemiripannya dengan Babad Kadhiri ini jelas menimbulkan sebuah pertanyaan besar. Dapat diduga bahwa Babad Kadhiri yang ditulis atas perintah dari Belanda, kemudian dimanfaatkan untuk membuat Serat Darmagandul dengan tujuan memarginalkan ajaran Islam dan sekaligus memanipulasi sejarah Islam.
Berikut ini berbagai contoh kutipan Darmagandul yang dikutip dari naskah versi penerbit Tan Khoen Swie: ”Wong Djawa ganti agama, akeh tinggal agama Islam bendjing, aganti agama kawruh, ….” (Artinya : Orang Jawa ganti agama, besok banyak yang meninggalkan Islam, berganti (menganut) agama kawruh …).”


Dr. Susiyanto juga mengkritik sejumlah kajian orientalis dan misionaris yang masih terjadi dengan tujuan melanjutkan agenda untuk memarginalkan peran Islam. Bambang Noorsena misalnya, seorang tokoh Kristen Orthodoks Syria, dalam karyanya yang berjudul ”Menyongsong Sang Ratu Adil: Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen” berusaha membuktikan bahwa Kristen merupakan ajaran agama yang secara theologis mampu berinteraksi dengan ajaran Kejawen. Bambang Noorsena juga berusaha membuktikan bahwa sejumlah karya sastra Jawa memiliki kecenderungan menerima Kristen dan anti terhadap Islam.

Dalam kajiannya, Susiyanto membuktikan bahwa argumentasi yang digunakan oleh Bambang Noorsena untuk mempertahankan gagasannya adalah lemah dan tidak berdasar. Bambang Noorsena juga melakukan sejumlah manipulasi terhadap buku-buku yang digunakan sebagai referensi. Contoh yang jelas adalah manipulasinya terhadap karya B.M. Schuurman berjudul ”Pambijake Kekeraning Ngaurip”.
Dalam buku tersebut, Schuurman menemukan, Serat Dewa Ruci tidak mengandung nilia-nilai Kristiani, karena tidak mengakui dosa asal. Sebaliknya, Bambang Noorsena memanipulasi karya Schuurman, dan menyimpulkan bahwa Serat Dewa Ruci bisa dipertemukan dengan nilai-nilai Kristen. Serat Dewa Ruci itu sendiri merupakan cerita populer di Jawa yang tidak jelas benar penulisnya. Ada yang menyebut, cerita itu ditulis oleh Sunan Kalijaga. Tetapi, tidak dapat dipastikan. Serat ini menceritakan pertemuan Bima dan Dewa Ruci di dasar Samudera yang bertubuh mungil, tetapi mampu dimasuki oleh tubuh Bima yang jauh lebih besar.

Dalam kajian-kajian tentang sejumlah karya sastra Jawa, Bambang Noorsena mencoba memanipulasi karakter Nabi Isa yang berasal dari konsepsi Islam dengan mendistorsinya sebagai karakter Kristus yang berasal dari konsepsi Kristen. Karya orientalis dan misionaris semisal Philip van Akkeren sering digunakan oleh Bambang Noorsena untuk menguatkan argumentasinya. Padahal, karya-karya itu sendiri sudah mengandung manipulasi.
Contohnya adalah karya Philip van Akkeren yang berjudul “Sri and Christ: A Study of the Indigenous Church in East Java”. Dalam buku ini, van Akkeren berupaya mengkaji kisah Aji Saka dalam Serat Paramayoga karya R. Ng. Ranggawarsita. Hasilnya, Van Akkeren menyimpulkan bahwa Ranggawarsita, pujangga Jawa, memiliki “ketertarikan” terhadap agama Kristen. Alasannya, karya tersebut memuat cerita tentang Nabi Isa. Van Akkeren menyebutkan bahwa sebelum datang ke Jawa, Aji Saka telah masuk ke dalam agama Kristen di Yerusalem.(Akkeren, 1970: 46)
Konklusi Philips van Akkeren ini kemudian diikuti oleh Bambang Noorsena yang sering menampilkan dirinya sebagai tokoh dialog lintas agama. Dalam bukunya, “Menyongsong Sang Ratu Adil : Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen” Bambang Noorsena menggambarkan Aji Saka telah mengalami persentuhan dengan iman Kristen dengan menyembah Tuhan yang Maha Esa melalui Nabi Isa. Selanjutnya Noorsena mengutip pendapat Philip van Akkeren bahwa: ”dalam kisah Ranggawarsita ternyata simpati besar disisihkan bagi Kristus”. (Noorsena, 2007:209-210)
Sebenarnya, isi Paramayoga sendiri banyak mengambil inspirasi dari cerita pewayangan dan kisah para nabi mulai dari Adam hingga Muhammad. Awalnya, Aji Saka berguru kepada Dewa Wisnu di India. Setelah semua ilmu mampu diserap, Dewa Hindhu itu menasihati agar mencari kesejatian hidup dengan melanjutkan berguru kepada seorang imam yang lebih mumpuni bernama Ngusman Ngaji. Pada era itu diceritakan bahwa Nabi Isa sedang mengemban risalah di kalangan Bani Israil. Aji Saka meminta ijin kepada gurunya untuk menjadi sahabat (murid) Nabi Isa. Ngusman Ngaji tidak mengijinkan, sebab ia mengetahui takdir bahwa Aji Saka akan menjadi pengikut setia Nabi Muhammad dan menghuni Pulau Jawa.
Statemen sang guru dalam Paramayoga diuraikan sebagai berikut: ”Hal ini tidak kuijinkan, sebab engkau kelak harus mengabdikan dirimu sepenuhnya kepada Tuhan, tetapi itu bukan pekerjaanmu. Takdir menghendaki engkau menempuh karir panjang. Telah ditentukan, engkau akan menghuni Pulau Jawa yang panjang, di tenggara India. Jangan lupakan nubuatan ini. Dikemudian hari akan ada nabi lain dari Allah, yang terakhir, yang tidak ada bandingannya, bernama Muhammad, utusan Allah, yang telah memberi cahaya bagi dunia dan dilahirkan di Makkah. Engkau akan menjadi sahabat dekatnya”.(Akkeren, 1970:46).
Paramayoga memang menggambarkan bahwa tokoh Aji Saka yang ditakdirkan berumur panjang sempat bergaul dengan Nabi Isa. Namun sebagaimana pesan gurunya, bukan ”panggilan” melainkan sekedar mengisi ”kekosongan” dalam penantian yang panjang kedatangan Nabi Muhammad.

Jika dicermati, kisah Nabi dalam Paramayoga yang dimulai sejak era Adam hingga Nabi Muhammad lebih menunjukkan bahwa karya ini berusaha menampilkan kisah yang berasal dari konsepsi Islam, termasuk kisah tentang Nabi Isa. Sama sekali tidak terdapat cerita bahwa Aji Saka menganut Agama Kristen atau terkait Kristus yang berasal dari konsepsi Kristen. Dengan demikian klaim, Van Akkeren dan Bambang Noorsena bahwa kisah Aji Saka merupakan titik perjumpaan antara Kristen dan Kejawen boleh dikatakan tidak benar sama sekali.
Demikian salah satu contoh kiprah kader ulama DDII yang memiliki kontribusi besar dalam melanjutkan perjuangan para ulama di Nusantara. Semoga semakin banyak kader-kadver ulama DDII berikutnya yang menyusul jejak Dr. Susiyanto. (Depok, 9 Agustus 2021).

Ediror: Sudono Syueb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *