Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum DDII Pusat
dewandakwahjatim.com – Di zaman penjajahan Belanda, sejumlah madrasah di Jakarta memiliki kualitas pendidikan yang hebat. Salah satunya adalah Madrasah al-Irsyad Jakarta yang didirikan pada bulan September, 1913 M.
Madrasah ini memiliki beberapa jenjang pendidikan: (a) Awaliyah (3 tahun), (b) Ibtidaiyah (4 tahun), (c) Tajhiziyah (2 tahun), (d) Mu’allimin (4 tahun), (e) Takhassus (2 tahun). Jadi, total masa pendidikannya adalah 15 tahun. Ini mirip dengan jenjang sekarang, mulai TK sampai Perguruan Tinggi.
Berdasarkan catatan Prof. Mahmud Yunus, dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia” (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzurriyah, 2008), banyak guru-guru di madrasah itu yang merupakan ulama-ulama internasional dari berbagai negari muslim di Timur Tengah. Berikut ini diantaranya:
- Syekh Ahmat Surkati al-Anshari, Alimiyah Mekkah, 1906.
- Syekh Ahmad al-‘Aqib al-Anshari, Al-Azhar Kairo, 1909.
- Syekh Fadhil al-Anshari, College Gordon (Sudan), 1911.
- Muhammad al-Hasymi, Kuliah Al-Zaitun Tunisia, 1907.
- Muhammad al-Attas, Kuliah Teknik Turki, 1907.
- Syekh Abdul Rahim, Kuliah Hakim Agama Kairo.
- Syekh Muhammad Nur, Kuliah Syariah wal-Din, Sudan, 1912.
- St. Abdul Hamid, guru Bahasa Indonesia.
- Syekh Muhammad al-Madani, Al-Azhar Kairo.
- Abu Zaid al-Misri, Al-Azhar Kairo.
- Syekh Hasan Hamid al-Anshari, Kuliah Syariah wal-Din, Sudan, 1908.
- Syekh Hasan Abu Ali Assikah, Mekah.
Dengan kualitas guru-guru seperti itu, bisa dipahami kualitas madrasah ini bukan madrasah biasa. Padahal, madrasah ini berdiri dan beroperasi di masa penjajahan. Pemimpin Penguasa Jakarta ketika itu bukan muslim. Ini menunjukkan, bahwa umat Islam di Indonesia telah memiliki kualitas pendidikan yang hebat, sebelum masa kemerdekaan.
Adalah menarik juga untuk mencermati daftar mata pelajaran yang diajarkan di madrasah tersebut. Pada tingkat Awaliyah, tercatat mata pelajaran-mata pelajaran sebagai berikut: al-Quran, Muhadatsah Bahasa Arab, Qiraah/Kitabah, Menggambar, Berhitung, Annasyid/Bernyanyi, Gerak Badan, Sejarah Islam, Akhlak/Agama, dan Bahasa Indonesia.
Di tingkat Ibtidaiyah, para pelajar mendapat mata pelajaran: al-Quran, Fiqih/Aqaid, Nahwu, Muthalaah dan Imla’, Sejarah Islam, Bahasa Indonesia, Ilmu Bumi, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat/Kesehatan, Menggambar, dan Gerak Badan.
Di tingkat Mu’allimin, sejumlah mata pelajarannya adalah: Agama, Bahasa Arab, Sejarah Islam, Ilmu Jiwa/Kemasyarakatan, Pendidikan, Falsafah, Ilmu Ekonomi, Aljabar/Ilmu Ukur, Ilmu Alam/Kimia, Ilmu Hayat/Kesehatan, Ilmu Bumi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pidato, Gerak Badan.
Kitab-kitab yang dipakai adalah: (1) Tafsir Muhammad Abduh (2) Musthalah Hadits (3) Subulus Salam (4) Nailul Authar (5) al-Muhadzab (6) Risalatut Tauhid Muhammad Abduh (7) al-Amtsal (An-Naisaburi), (8) Syarah al-Mu’allaqat (9) Jami’ Durusul Arabiyah (al-Ghulayani), (10) Alfiyah (Ibnu Malik), (11) Bahrul Adab (12) An-Nazarat (13) Nahjul Balaghah (14) Hadyur Rasul (15) Tarikh Islam (al-Khudari), (16) Aljabar/Ilmu Ukur (M. Afandi Idris), (17) Jugrafiyah Thabiiyyah wal-Iqtishadiyah was-Siyasah (Hafiz), (18) Tarikh Eropa Baru (Umar al-Iskandary), (19) Ilmu Thabi’ah (Abu Ilyas asy-Syadudi), (20) Ilmu Nafs (Aljarim), (21) Ilmu Kemasyarakatan (Nakula al-Haddad), (22) Ilmu Ekonomi (Kamil Ibrahim), (Ushulut Tarbiyah wat-Ta’lim (Ahmad Abduh Khairuddin).
Guru dan mata pelajaran, serta kitab rujukan di madrasah Mu’allimin di Jakarta itu menunjukkan tingginya kualitas pendidikan setingkat madrasah Aliyah. Dan itu tidaklah mengherankan. Sebab, hal seperti itu bisa dijumpai di banyak madrasah Aliyah di zaman itu. Beberapa diantaranya masih tersisa di zaman ini.
Dan memang, sesuai dengan konsep Pendidikan Islam, anak-anak usia 15 tahun ke atas sudah dikategorikan sebagai orang dewasa. Mereka bukan anak-anak lagi. Mereka harus sudah dididik sebagai orang dewasa, agar mereka menjadi orang dewasa yang siap mandiri.
Kurikulum di Madrasah Mu’allimin al-Irsyad tahun 1913 itu menunjukkan keluasan wawasan pendirinya. Mereka bukan hanya diajarkan secara mendalam ulumuddin, tetapi sudah dikenalkan dengan falsafah, politik, sejarah, dan peradaban Barat.
Dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Umar r.a. disebutkan, bahwa Rasulullah saw memanggil Abdullah bin Umar untuk hadir ke hadapan beliau menjelang Perang Uhud. Ketika itu usia Abdullah 14 tahun. Dan Rasul tidak mengijinkannya ikut berperang. Kemudian Rasulullah saw kembali memanggil Abdullah hadir ke hadapan beliau menjelang Perang Khandaq. Usia Abdullah bin Umar ketika itu 15 tahun. Rasulullah saw lalu mengijinkan Abdullah berperang.” Nafi’ berkata, “Aku datang kepada Umar bin Abdul Aziz yang merupakan Khalifah pada waktu itu dan menyampaikan riwayat tersebut. Khalifah berkata, “Usia ini (15 tahun) adalah batas antara anak-anak dan dewasa.” Dan beliau perintahkan kepada para gubernur untuk memberikan tunjangan kepada siapa saja yang telah mencapai usia 15 tahun.” (HR Bukhari).
Jadi, berdasarkan pada hadits Nabi saw tersebut, dan juga berbagai fakta sejarah pendidikan, bisa dipahami, bahwa usia 15 tahun adalah saat seseorang memasuki masa dewasa. Jangan sampai dalam masa usia 15 tahun, para siswa tidak disiapkan jiwa dan raganya agar benar-benar menjadi manusia dewasa yang sejati. Rasulullah saw telah memberikan teladan, bagaimana mendidik anak-anak umur belasan tahun menjadi matang di usia yang sangat muda.
Di Pesantren at-Taqwa Depok, jenjang Pendidikan setingkat “Mu’allimin” itu diwujudkan dalam dua jenjang Pendidikan, yaitu PRISTAC (Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization) dan At-Taqwa College. Pada jenjang ini, para santri diberikan penanaman adab dan ibadah yang kuat serta penguasaan pemikiran Islam yang cukup tinggi.
Saat ini, biasanya jenjang Pendidikan tingkat SMA didominasi dengan pelajaran-pelajaran untuk menjawab soal-soal ujian agar bisa diterima di Perguruan Tinggi tertentu. Itu tidak keliru. Tetapi, jangan sampai anak-anak SMA itu tidak memahami dengan baik masalah aqidah, al-Quran, ibadah, akhlak, sejarah, dan pemikiran Islam. Jangan sampai masalah adab, akhlak, dan ilmu-ilmu fardhu ain dianggap remeh. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 6 Juli 2021).
Editor: Sudono Syueb