Oleh: Ust. Ainul Yaqin
Sekretaris Umum MUI Jatim
dewandakwahjatim.com – Saya mengenal nama Pak Tamat Anshori Ismail sudah relatif lama sekitar pertengahan akhir tahun 90 an. Saya anak desa yang berkuliah di Unair dan aktif di kegiatan masjid kampus, waktu itu menjelang lulus mulai banyak berinteraksi dengan kegiatan di luar kampus. Salah satunya mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). Yang mendorong saya untuk ikut datang di acara DDII, karena DDII mengundang nara sumber Ustadz Adian Husaini, sosok senior di Lembaga Dakwah Kampus, yang waktu itu biasa saya panggil Mas Husain, bukan Mas Adian. Jadi lewat Mas Adian Husaini lah saya mengenal Pak Tamat Anshori.
Saya mengenal lebih akrab dengan beliau saat aktif di Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur. Karena keakraban dengan beliau saya pernah diminta untuk langsung oleh beliau mengisi acara di masjid yang beliau kelola yaitu Masjid al-Hilal, termasuk sebagai khatib Ied.
Dalam kepengurusan MUI Jatim, Tamat pernah aktif di komisi ukhuwah Islamiyah dan saat saya menjadi sekretaris umum MUI Jatim beliau ada di Dewan Pertimbangan MUI Jatim, karena posisi beliau sebagai ketua DDII Jawa Timur. Pak Tamat aktif dalam pertemuan-pertemuan MUI khususnya di pertemuan-pertemuan antar ormas Islam dalam posisi beliau sebagai pimpinan Dewan Dakwah, khususnya dipertemuan Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) yang dikordinasikan oleh MUI.
Dimata saya, Tamat adalah sosok aktivis pergerakan Islam tulen. Cirinya tentu setiap kali perjumpaan dengan beliau yang dibicarakan bukan soal bisnis atau yang basa basi yang ringan-ringan, tetapi tema yang menjadi topik pembicaraan adalah seputar isu-isu keumatan, isu-isu dakwah yang tak pernah surut dari problematika, meskipun itu dalam bicara-bicara informal. Saya mengenal beliau sosok yang gigih, teguh pendirian, dan istiqamah. Karakter ini yang ditunjukkan dalam konsistensi beliau ketika menyuarakan isu-isu yang mencederai umat seperti isu pemurtadan, isu-isu yang berhubungan dengan penangkapan aktivis muslim yang dianggap kritis, dan sebagainya.
Keteladanan yang layak menjadi contoh bagi generasi penerusnya disamping keteguhan dan keistiqamahannya, juga pengorbanannya. Tamat tidak hanya bersuara, tetapi beliau juga pengorbanan waktu, tenaga dan dana. Ketika ada rame-rame kasus pennodaan agama oleh Basuki Cahaya Purnama alias Ahok, Tamat yang kondisinya sudah sakit-sakitan ikut berangkat ke Jakarta menyemangati kader-kader muda.
Kini Tamat sudah berpulang ke hadirat Allah Swt, selamat jalan Tamat, jasa perjuangannya semoga menjadi amal kebajikannya di sisi Allah. Semangat perjuangannya semoga menjadi teladah untuk para generasi penerus. (H. Ainul Yaqin, Sekum MUI Jatim)