Oleh: Khanif Imam
dewandakwahjatim.com – Teringat dulu, ketika para Kyai sepuh masih sugeng, diantaranya adalah KH. Misbach KH. Yusuf Hasyim, KH. Bey Arifin, dan lain-lainya, memimpin para ulama di Jawa Timur, beliau adalah masih belia, sementara penulis sendiri masih “anak bawang”, belajar pada senior.
Diantara para Kyai besar itu, yang tergabung dalam Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) beliau nampak percaya diri mengikuti, bahkan tidak jarang mengarahkan alur acara sesuai dengan amanah para Kyai. Cak Tamat sangat santun dan hormat pada Ulama, tidak ada kata-kata yang membuat para Kyai terhenyak apalagi tersinggung sehingga pada saatnya beliau yang ditunjuk menggantikan para Kyai itu menjadi Ketua DDII, Jatim.
Jika seorang Kyai memberikan amanah kepada Cak Tamat untuk memimpin DDII, maka beliau juga pantas menyandang Kyai di depan namanya, KH. Tamat Anshory.
Ketika pergerakan Islam mendapatkan perlakuan tidak adil bahkan tindakan persekusi oleh ORBA, beliau berdiri tegak di depan memimpin umat di Jatim. Masjid Al Hilal, menjadi saksi sejarah dan tetap menciptakan sejarah hingga kini. Masjid dikembalikan kepada maqoshid syariah, tujuan syariah sebagai pusat peradaban umat, meski beresiko berhadapan dengan penguasa yang tidak ramah terhadap umat Islam.
Para pejuang Islam dengan bangga hadir ke masjid Al Hilal yang dijadikan pusat pergerakan DDII, PII dll. Hadirin itu, sebut saja seorang Prof. Dr. Deliar Noer, Prof. Dr. Fuad Amsyari, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra dll.
Generasi bisa Allah tumbuhkan yang baru untuk menggantikanya, namun seorang legenda hanya satu, lahir pada masanya dan menciptakan sejarahnya sendiri dengan gemilang, beliau adalah KH. Tamat Anshory. Tabik Kyai.(Sudono/red)
Khanif Imam
Eks aktifis PII 1982 – 2000