Oleh: Abdul Azis Muslim
dewandakwahjatim.com – Saya mengenal almarhum Cak Tamat Anshary Ismail tahun 1997. Awal pertama kali saya merantau ke Surabaya dari Jember, ketika lulus pesantren dan aktif di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII). Waktu awal merantau, saya tinggal dan ditampung oleh alm Cak Tamat di komplek Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Masjid Al Hilal Surabaya. Aktifitas saat itu mengurus masjid al hilal mulai dari soal kebersihan, kegiatan shalat lima waktu, tukang adzan, menyiapkan shalat jumat, membantu kegiatan kegiatan lain di Masjid Al Hilal. Karena waktu itu Masjid Al-Hilal merupakan salah satu tempat yang sering dipakai kegiatan kegiatan tabligh akbar atau pengajian oleh kalangan aktifis di Surabaya selain Masjid Al-Falah dan Masjid Mujahidin
Sebagai aktifis pemula di dunia pergerakan Islam, saya banyak belajar kepada cak tamat. Beliau waktu itu dikenal sebagai aktifis DDII, sekaligus juga tokoh keluarga besar PII Jawa Timur. Meskipun secara usia kami beda jauh, tapi dalam pergaulan keseharian alm Cak Tamat ini merupakan sosok yang egaliter, memperlakukan orang lain dalam posisi yang sama dan setara. Beliau lebih suka di panggil Cak bukan bapak, untuk menggambarkan kedekatan dan kesetaraan. Panggilan cak sebagai panggilan khas Surabaya menunjukkan bahwa sosok almarhum ingin dekat dan akrab dengan siapapun meski secara usia lebih muda darinya.
Cak Tamat ini type oranngya sangat konsisten, istiqomah di jalan dakwah. sangat kuat memegang teguh apa yang diyakininya sebagai prinsip prinsip ajaran Islam. Cak Tamat orangnya tegak lurus, tidak suka plintat plintut, sangat konsisten apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan. Meskipun kami yang muda muda kadang tidak selalu setuju atau tidak sepakat dengan pandangan keagamaan ataupun pandangan politiknya, tapi kami masih tetap menaruh respek dan hormat kepada almarhum.
Hal ini terlihat misalnya dalam isu soal kebangkitan komunisme atau PKI, meskipun kami berbeda pendapat dengan dia, tapi kami masih menaruh hormat kepada beliau. Kami bisa memahami sikap dan pandangan politik beliau yang sangat keras terhadap PKI dan fenomena kebangkitan PKI. Hal ini karena almarhum adalah termasuk saksi sekaligus pelaku sejarah dalam perisitwa kelam tahun 1965, dimana almarhum yang waktu itu masih jadi aktifis kader Pelajar Islam Indonesai (PII) ikut terlibat langsung dan merasakan keganasan dan kekejaman PKI.
Demikian juga pada saat pilpres tahun 2019 kemarin, kami yang muda berbeda preferensi politik dimana saya memiliki ke pasangan capres 02 Prabowo-Sandi. Sementara almarhum Cak Tamat mengikuti arahan partai yang didukungya yaitu Partai Bulan Bintang (PBB) yang waktu itu memilih capres 01 Jokowi-Makruf Amin. Meski demikian, perbedaan ini tidak membuat hubungan dan kedekatan kami menjadi berkurang atau berjarak, tidak sama sekali. Salah satu kesan saya yang sangat mendalam bahwa ditengah kondisi rasa sakit yang menderanya, cak Tamat masih menyempatkan diri berkomunikasi dengan saya lewat telepon. Isi perbincangan selain bertanya soal kabar, juga membahas soal pilpres. Beliau sebagai aktifis dan politisi senior, sangat menghormati dan menghargai pilihan politik yang muda-muda meskipun berbeda pilihan dengan beliau. Saya menyesal tidak bisa menjenguknya sampai almarhum meninggal.
Dikalangan aktifis, politisi muslim dan pegiat dakwah, beliau sering jadi rujukan para aktifis di surabaya seperti kawan kawan JAMP (Jaringan Aktifis Masjid dan Pemuda) dan Forum Madani. JAMP merupakan kumpulan aktifis dakwah kampus dari mahasiswa ITS, UNAIR, IAIN. Sedangkan Forum Madani merupakan sebuah forum bersama aktifis ormas Islam ditingkat pelajar dan mahasiswa seperti PII, IMM, IRM, GPI, Pemuda Muhammadiyah dan lainnya.
Cak Tamat sangat tidak pelit berbagi ilmu, pengalaman, pengetahuan, akses dan jaringan kepada para yuniornya. Cak Tamat juga dikenal sangat dermawan suka membantu kepada adik-adiknya PII. Hampir setiap ada kegiatan PII seperti training, rapat-rapat, atau kegiatan diskusi yang menggunakan masjid al-Hilal, selalu dibantu oleh almarhum, baik finansial, konsumsi maupun fasilitas lainnya, bahkan seringkali jika ada kegiatan kegiatan PII yang kekurangan dana atau kehabisan dana pada akhir acara dan menyisakan hutang, cak Tamat adalah orang yang selalu jadi tumpuan harapan terakhir kawan kawan, dan beliau dengan ringan tangan menyelesaikannya.
Ada pengalaman menarik ketika saya aktif di Pengurus Wilayah PII Jawa Timur, dan ditunjuk sebagai Ketua Panitia Rehabilitasi Pembangunan Kantor Sekretariat PW PII Jawa Timur, tahun 2000-2002, kontribusi dan sumbangan beliau sangat besar untuk pembangunan kantor sekretariat PII Jawa TImur. Pada saat itu almarhum menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timru dari Fraksi Bulan Bintang. Cak Tamat selalu menyisihkan gajinya untuk membantu pembangunan. Selain itu, dia juga mengkoordinasi kawan-kawan anggota DPRD dari fraksi partai lain yang sama-sama alumni PII untuk sama sama membantu pembangunan kantor sekretariat PW PII Jawa Timur
Almarhum Cak Tamat orangnya sangat humble, terbuka, ceplas ceplos, tidak ada yang ditutupi. karakternya khas mewakili kultur budaya arek-arek surabaya, yang to the point, tidak suka basa basi, apa adanya. Meskipun kadang dalam penyampaikan agak keras bahkan mungkin dianggap kasar, tapi itu sebenarnya cara dia mendidik adik-adik yuniornya untuk tidak mudah putus asa, tetap semangat dan militan menjadi aktifis dakwah Islam.
Saya bersyukur bisa langsung mendapat didikan dia selama tinggal di masjid al Hilal, meski tidak lama hanya sekitar 2 tahun. Kesan itu sangat terasa, membekas dan mendalam mempengaruhi jiwa dan pemikiran saya selanjutnya. Saya yakin dan insya Allah semua kawan kawan setuju bahwa sosok Cak Tamat Anshary Ismail ini sebagai tokoh yang dijuluki Natsir nya Jawa Timur ( M Natsir, sosok tokoh Masyumi yang sangat legendaris) seluruh aktifitas hidupnya didedikasikan untuk perjuangan umat islam
Selamat Jalan Cak Tamat Anshary Ismail selamat kembali menemui rabb-Mu, sang penciptamu. Selesai sudah tugas dan pengabdianmu untuk memperjuangkan agama Allah di dunia ini. Kami yang hidup ini bersaksi bahwa sampean orang yang baik, sangat baik, dan insyalah juga khusnul khotimah. Semoga kami yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan untuk meneruskan, melanjutkan dan menyempurnkan perjuangan dan dakwahmu dalam menegakkan izzul islam wal muslimin.(sudono/ed)
Abdul Aziz Muslim
Ex Aktifis PII Jawa TImur 1997-2003, pernah tinggal di Masjid Al Hilal Surabaya