Oleh: Dr. Adian Husaini
Ketua Umum DDII (www.adianhusaini.id)
dewandakwahjatim.com – Pada hari Sabtu (3/4/2021) malam, saya mengisi acara Diskusi Bulanan Dewan Da’wah Islamiyah Sumatra Barat (Sumbar). Temanya, tentang Konsep Pendidikan Integral Mohammad Natsir. Sebagai daerah asal M. Natsir, Sumbar tentulah yang paling diharapkan untuk menerapkan konsep pendidikan M. Natsir, yang dikenal sebagai konsep ”Pendidikan Integral M. Natsir”.
Konsep pendidikan integral M. Natsir dapat dilihat dari rumusan Tujuan Pendidikannya, yaitu: ”Yang dinamakan didikan, ialah suatu pimpinan jasmani dan ruhani jang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnja sifat-sifat kemanusiaan dalam arti jang sesungguhnya.”
Tokoh Muhammadiyah, Said Tuhuleley, mencatat tentang konsep pendidikan M. Natsir: ”Ketika mewawancarai Pak Natsir untuk Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), ada satu statement beliau yang terus-menerus mengoda pikiran saya, yakni: Menyatukan Kampus, Masjid, dan Pesantren.” Menurut Natsir, ”Menjadi hamba Allah” adalah tujuan hidup manusia di atas dunia ini, oleh karena itu maka tujuan pendidikan pun tiada lain adalah pencapaian kualitas ”hamba Allah”. Untuk itu, Tauhid harus menjadi dasar pendidikan Islam dan menjadi ”hamba Allah” adalah cita-cita yang harus dicapai dari sebuah proses pendidikan.
Dalam diskusi Sabtu malam itu, saya menyampaikan bahwa contoh pendidikan integral yang ideal ada pada diri Mohammad Natsir itu sendiri. Sejarah perjalanan pendidikan M. Natsir menunjukkan, bahwa ia telah menjalani suatu proses pendidikan integral yan ideal, sehingga menjadi ”manusia unggul”.
Dalam diskusi yang digelar oleh Fraksi PKS DPR-RI, pada Sabtu siangnya, Dr. Yudi Latif, mantan Kepala BPIP, menyebut Mohammad Natsir merupakan contoh manusia paripurna yang bisa ditempatkan pada semua sila Pancasila. Dalam diskusi itu, saya menyampaikan tingginya budaya ilmu yang dimiliki M. Natsir. Meskipun secara formal tidak kuliah di Perguruan Tinggi, tetapi M. Natsir menjalani proses pendidikan tinggi yang ideal.
Kunci keberhasilan pendidikan integral ada pada kualitas guru. Tentang pentingnya peran guru dalam sebuah proses pendidikan dan kemajuan suatu bangsa, M. Natsir mengutip pendapat Dr. G.J. Nieuwenhuis yang menyatakan, ”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan Guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.”
Kepedulian Mohammad Natsir tentang pentingnya guru dalam kebangkitan bangsa dijabarkan dalam bentuk imbauan, agar orang tua mengarahkan anak-anaknya untuk memasuki sekolah-sekolah guru. Seperti dikutip oleh Prof. Dr. Jusuf A. Feisal, dalam makalahnya yang berjudul ‘Pandangan dan Kebijakan Bapak M. Natsir dalam Masalah Pendidikan’ yang dipresentasikan dalam seminar Pemikiran dan Perjuangan M. Natsir, YISC Jakarta, 16-17 Juli 1994, M. Natsir mengimbau:
“Supaya bapak-bapak kita yang tua-tua kiranya sudi pula mengerahkan anak-anak, kemenakan mereka menyeburkan diri dalam lapangan rakyat. Mengerahkan mereka memasuki sekolah-sekolah guru yang ada, baik kepunyaan pemerintah atau tidak, asal dengan cita-cita akan bekerja di barisan rakyat, bukan di belakang loket kantoran mereka. Supaya orang tua-tua kita menambah banyaknya sekolah-sekolah guru partikelir kita…”
Pandangan Natsir tentang peran strategis guru itu sangat mendasar. Seharusnya, umat Islam Indonesia – dan para pelanjut perjuangan Mohammad Natsir – berusaha sekuat tenaga untuk memajukan pendidikan guru di Indonesia. Lebih khusus lagi, mendorong keluarga mereka agar menempati pos-pos penting sebagai guru (pendidik). Sebab, dalam pandangan Natsir, dan sebagaimana telah dicontohkan oleh dirinya sendiri, guru bukan sekedar “tukang ngajar” yang bekerja karena bayaran. Tetapi, guru adalah pejuang intelektual yang menyiapkan generasi berikutnya agar menjadi generasi yang baik.
Pendidikan dikatakan maju atau berhasil jika melahirkan para pejuang penegak kebenaran. Itulah umat terbaik. Yakni, umat yang melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar (QS Ali Imran: 110). Karena itulah, Lukman al-Hakim mendidik anaknya agar menjadi manusia yang istiqamah mendirikan shalat dan menjadi pejuang yang menegakkan kebenaran dan mencegah kemunkaran. (QS Luqman: 17).
Pribadi Mohammad Natsir menjadi contoh dari sebuah model Pendidikan integral yang ideal. Ia dikenal sebagai tokoh pejuang sampai akhir hayatnya. Tiga guru utama yang diakuinya telah mendidiknya, yaitu A. Hassan, Syekh Ahmad Soorkati, dan Haji Agus Salim. Ketiganya dikenal sebagai guru-guru pejuang yang hebat.
Karena itu, jika kita ingin menerapkan konsep Pendidikan integral yang ideal maka siapkan “para guru pejuang”. Ini yang terpenting. Keliru, jika gedung atau sarana diutamakan, tetapi “guru-guru pejuang” tidak disiapkan.
Di tangan guru-guru pejuang yang hebat inilah kita bisa berharap akan lahir generasi pejuang yang unggul. InsyaAllah.(sudono/red)
(Depok, 4 April 2021).
Dapatkan artikel-artikel lainnya di:
https://adianhusaini.id/category/artikel-terbaru
Pojok 1000 Artikel Pilihan: Wujudkan Komunitas Cerdas dan Bijak
Bantu share
Info berlangganan,
Kirim via WA/Telegram/Signal/BIP ke 0858 8293 0492
ketik: Daftar
Atau akses langsung ke: http://member.adianhusaini.id/register