Oleh: Prof. Dr. Zainuddin Maliki*
Dewandakwahjatim – Tamat Anshory Ismail, itulah nama panjanganya. Tapi, Cak Tamat begitu saya panggil senior yang dikenal sebagai pejuang politik nilai ini. Beliau telah wafat ke rahmatullah dalam usia 73 tahun di RS Haji Surabaya. Sepanjang hidupnya yang saya tahu diwakafkan untuk berjuang memuliakan rakyat dan umat. Izzul Islam wal muslimin.
Darah perjuangan telah mengaliri seluruh tubuh Cak Tamat. Di tengah sakitnya pun tidak mau berhenti turun ke lapangan. “Kalau hadiri undangan, malah sakitnya hilang, meski harus turun ke daerah,” begitu kata isteri almarhum kepada saya saat silaturahmi di rumah Demak Jaya II Surabaya beberapa waktu lalu. “Jadi saya tidak bisa melarangnya. Kemarin lusa ke Jember. Besok ini mau berangkat ke Tulungagung lanjut Trenggalek,” tambahnya sambil menikmati hidangan makan siang.
Usai menunaikan shalat dzuhur dikediamannya, kepada saya dan mas Makmun salah seorang pengurus PB PII periodenya mas Yunani Alutsyah yang kebetulan datang dari Jakarta, disiapkan makanan ikan bakar. Sementara Mbak Noor panggilan istri Cak Tamat menyiapkan menu khusus, dengan takaran khusus pula, buat sang suami yang memang menu makannya pun harus diatur.
Pendek kata begitu banyak kenangan yang saya peroleh dari Cak Tamat. Saya kenal pertama kali saat mengikuti training Pelajar Islam Indonesia (PII) di kompleks SMA Muhammadiyah Nganjuk tahun 1972. Basic Training ini diselenggarakan PW PII Jatim di bawah kepengurusan Cak Busyairi Mansur sebagai ketuanya.
Sedikit mengenang training yang diikuti lebih dua ratus peserta ini, saya terpilih sebagai lurahnya, dan mulailah di situ saya belajar kepemimpinan, serta apa arti dan kemana perjuangan harus diarahkan.
Komunikasi berlanjut dengan Cak Tamat setelah saya kuliah di Surabaya 1975. Apalagi saya kemudian dipercaya sebagai sekretaris PW PII Jawa Timur pada periode kepemimpinan Cak Zainuri Yusuf. Seringkali rapat-rapat wilayah dan berbagai pertemuan diselenggarakan di kantor Cak Tamat yang tak lain adalah kantor perusahaannya dengan bendera CV Tri Bakti yang berkantor megah untuk ukuran waktu itu di Surabaya.
Tergambar di pikiran saya saat itu, Tamat Anshary Ismail seorang sosok aktifis yang sangat ideal. Ia memiliki ghiroh perjuangan untuk izul Islam wal muslimin yang jelas. Ia mandiri karena sekaligus adalah sosok pengusaha yang sukses.
Terpikir oleh saya, kalau saja tumbuh pejuang dengan komitmen sekuat Cak Tamat dan mandiri secara ekonomi seperti itu, masa depan umat pasti lain. Umat tidak akan terpinggirkan di tengah dinamika kehidupan ekonomi politik di negara ini. Kelemahan politik umat ini terletak di ranah ekonomi. Apalagi kesini dan ke depan, politik semakin tersubordinasi oleh pelaku ekonomi.
Profile Cak Tamat seorang aktifis, politisi, dan sekaligus pelaku ekonomi, adalah figur yang menarik untuk dijadikan inspirasi dalam membangun pilar perjuangan politik nilai saat ini. Saat ini politik berada di tangan dominasi para pemburu rente. Di tangan mereka, politik menjadi tidak begitu ramah terhadap rakyat, umat, wong cilik dan kaum mustadh’afin. Dibutuhkan hadirnya pemimpin-pemimpin yang menempa diri melalui jalur sebagaimana telah dicontohkan oleh Cak Tamat dalam upaya menghadirkan politik yang ramah bagi rakyat, umat, wong cilik dan mustadh’afin.
Selamat jalan Cak Tamat. Allah telah menyiapkan tempat yang mulia untuk Cak Tamat, tempat yang di situ berkumpul orang-orang saleh, orang-orang sabar, orang-orang yang peduli nasib mustadh’afin, yang bertaqwa yang senantiasa berjuang di jalan yang benar. Allahumaghfirlahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu anhu. Amin ya rabbal ‘alamin ya mujibassailiin.(sudono/ed)
Prof. Dr. Zainuddin Maliki*
Ketum KB PII Jatim dan Anggota DPR RI periode 2019-2024