In Memoriam Cak Tamat: Berjuang Jangan Sampai Gadaikan Prinsip

In Memoriam Cak Tamat: Berjuang Jangan Sampai Gadaikan Prinsip

Oleh: Ainur Rofiq Sophiaan
(Dosen FISIPOL UPN Surabaya dan Jurnalis)
   
   Dewandakwahjatim.com - Cak Tamat. Demikian saya biasa memanggilnya. Termasuk kawan-kawan lain yang lebih yunior. Hari itu kembali ke hadirat Allah swt, Rabu (9/10/2019) sekitar pukul 11.55 di RS Haji Surabaya.
   Setelah mendoakan beliau langsung ingatan saya tertuju pada satu hal :  Proyek penulisan buku biografi beliau yang atas kemauan beliau sendiri  belakangan sebelum sakit yang terakhir diubah menjadi penulisan buku Kisah-Kisah Dai Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Jatim. 

   Ya, sebagai Wakil Ketua Bidang Humas DDII Jatim awal mula saya diserahi mengkordinasi penulisan buku biografi Cak Tamat. Dengan melibatkan 5  pengurus lain yang berlatar belakang jurnalis dan 2 penulis buku, saya mencoba berdiskusi kemudian merumuskan konsepnya. Rancangan sudah jadi. Saya mencoba beberapa kali hendak memulai silaturahim dengan Cak Tamat. Namun, beliau selalu meminta untuk menunggu waktu yang pas. 
Terakhir saya “tagih” lagi sebelum Idul Adha 2019 lalu. Bahkan, atas inisiatif kawan-kawan mohon wawancara pertama dan utama dilakukan di rumahnya Jl Demak Jaya II/33 Surabaya. Namun, melalui percakapan telepon Cak Tamat menjawab, “Tunggu dulu. Saya masih repot. Nanti saya kabari lagi.” Penantian itu terselingi dengan beliau sesekali masuk rumah sakit.
   Harap-harap cemas. Kehilangan momentum yang amat mahal. Dan saya sadar ini bukan persoalan jarum jam yang bisa diputar balik.
   Tiba-tiba tanpa diduga Mas Juwari, Wakil Sekretaris DDII Jatim, mengabari saya di rumah kalau Cak Tamat dalam Rapat Pengurus yang tidak saya hadiri menyampaikan, penulisan biografi atas permintaan cak Tamat hendaknya diganti dengan cerita seputar dai-dai DDII. Dari sini, kata beliau seperti diutarakan dalam rapat, Cak Tamat akan memberi sentuhan cerita bagaimana ikut andil membangun jaringan dai-dai itu. “Saya ini masih hidup kok mau ditulis biografi,” kata Cak Tamat seperti dikutip mas Juwari.
Subhanallah. Saya mencoba berpikir sambil merenung. Saya baru paham. Itu sikap Cak Tamat yang saya hapal sejak saya aktif di PII Jawa Timur. Aktivis Islam yang rendah hati dan sama sekali tidak suka ditonjolkan peranannnya dalam ormas dan gerakan yang digelutinya. Dan saya lalu beberapa kali berandai, bagian dari sikap menjaga perasaan orang lain, adalah beliau tidak menyampaikan  secara langsung kepada Tim Penulisan Biografi. Sejauh itulah Cak Tamat secara tidak langsung mendidik  para aktivis dakwah. Tidak cuma pikiran dan perbuatan. Tapi juga perasaan dan kehormatan.

   Tanpa bermaksud  menonjolkan diri – lagi-lagi untuk meneladani sikap beliau – saya bersyukur dapat berguru banyak dari kiprahnya di ranah perjuangan Islam. Bahkan, saat saya menjadi Ketua Umum PII Jawa Timur 1985-1987 saya kerap diajak serta berkeliling daerah sampai pelosok bersama Ketua DDII Jatim saat itu KH. Misbach yang rumahnya hanya sekitar 500 meter dari Sekretariat PII Jatim.

   Banyak hal yang bisa dipetik pelajaran dari beliau. Selain luasnya pergaulan sesama aktivis perjuangan, Cak Tamat termasuk orang yang sering wanti-wanti agar dalam berjuang jangan sampai menjual atau menggadaikan prinsip atas nama  atau alasan apa pun. Bahkan, saya ingat sekali, saat mau berangkat Rapat Pimpinan Nasional PII  Mei 1987 Cak Tamat beberapa kali berpesan  agar PII tetap konsisten atau istiqamah dalam mempertahankan azas Islam. Harap diketahui, dari forum ini lahir Deklarasi Cisarua di mana PII secara aklamasi menyatakan istiqamah pada Azas Islam dan tidak menyesuaikan diri dengan UU Keormasan No.8 Tahun 1985.
Terlalu banyak yang mesti dikisahkan.
   Bersentuhan perjuangan bersama Cak Tamat. Hingga usianya 73 tahun beliau tetap mendampingi dan memikirkan umat. “Jeda” hanya ketika berbaring di ranjang rumah sakit. 

   Namun, pernah dalam suatu bezuk saat beliau dirawat sebelum sakit terakhirnya, saya dengan beberapa kawan belum sempat bertanya tentang kondisinya, Cak Tamat langsung bertanya tentang politik terakhir dan pernak pernik umat dan bangsa yang menjadi perhatian dan kepedualiannya. Tak beda di rumah dan di medan perjuangan !(sudono/ed)

Ainur Rafiq Sophiaan”
Dosen Fisipol UPN Surabaya dan Jurnalis)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *