MENEMPATKAN AGAMA DALAM PETA JALAN PENDIDIKAN KITA

MENEMPATKAN AGAMA DALAM PETA JALAN PENDIDIKAN KITA

Oleh: Dr. Adian Husaini
(www.adianhusaini.id)
Ketua Umum DDII Pusat

dewandakwahjatim.com – Pada Hari Kamis (18/3/2021), Kampus Universitas Ibn Khaldun Bogor menggelar acara diskusi secara daring tentang Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Ada empat pembicara yang diundang: Ledia Hanifa (anggota Komisi X DPR RI, dari FPKS), Dr. Samsuri (Kemendikbud), Dr. Adian Husaini (Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia) dan Dr. Wido Supraha (UIKA).


Selama berhari-hari belakangan ini, media massa dan media sosial memang diramaikan dengan berita tentang “frasa agama” yang dikabarkan hilang dari naskah draft Peta Jalan Pendidikan Nasional. Naskah itu sudah terlanjur beredar, sehingga memicu reaksi keras umat Islam, yang diawali dengan kritik oleh Ketua Muhammadiyah Prof. Haedar Nasir.

Mungkin karena isunya masih “panas”, peserta diskusi di UIKA Bogor itu membludak jumlahnya. Lebih dari 500 orang mengikuti diskusi tersebut. Saya sempat tidak bisa masuk ruang zoom, karena peserta sudah mencapai batas 500 orang. Saat sesi tanya jawab berlangsung, peserta ternyata datang dari berbagai daerah: Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan sebagainya.


Dalam diskusi itu Ledia Hanifa menyampaikan, bahwa Peta Jalan (Road map) yang beredar itu sebenarnya masih pra-konsep. Komisi X DPR sudah banyak memberikan masukan, setebal 200 halaman. Pihak Kemendikbud menyatakan, bahwa saat ini memang tahap menerima masukan dari masyarakat. Dr. Samsuri menjamin bahwa pemerintah tidak berniat menyingkirkan agama.

Saya menyampaikan pengalaman berdiskusi tentang Sistem Pendidikan Nasional di Lembaga Pengkajian MPR, tahun 2017. Ketika itu saya sampaikan, bahwa berdasarkan pasal 31 (3) UUD 1945, maka tidak ada lagi alasan untuk menyingkirkan agama dari sistem pendidikan nasional kita.

Masalah Pendidikan kita selama ini bukan hanya menyebutkan agama itu penting, tetapi bagaimana kita menempatkan agama dalam kebijakan Pendidikan Nasional kita. Sebab, pasal 31 (3) sudah dengan tegas menyebutkan: tujuan Pendidikan nasional kita adalah untuk membentuk manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Tujuan ini hanya bisa dicapai jika konsep dan kebijakan Pendidikan kita disusun berdasarkan nilai-nilai agama.

Karena itulah, dalam diskusi Peta Jalan itu saya mengusulkan, agar pemerintah menyerahkan urusan pembinaan iman, taqwa, dan akhlak mulia, kepada masing-masing agama. Juga, usul saya, pemerintah tidak memaksakan anak-anak muslim untuk mengikuti sistem dan kurikulum pendidikan yang bertentangan dengan ajaran Islam.


Misalnya, hingga kini, konsep asal-usul manusia dalam buku ajar resmi, masih dikatakan merupakan kelanjutan dari makhluk sejenis kera. Tentu, ini bertentangan dengan al-Quran. Konsep kemajuan negara misalnya, masih ditentukan sebatas indikator-indikator pencapaian materi, seperti pendapatan per kapita. Tidak ada indikator kesuksesan jiwa. Padahal, dalam lagu Indonesia Raya, diamanahkan: Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya!
Jika konsep manusianya salah, maka akan salah pula proses pendidikannya. Jika konsep negara maju bertentangan dengan konsep kemajuan yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa, maka akan salah pula arah pembangunan dan arah Pendidikan kita.


Jika agama diakui sebagai hal penting dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara, maka seyogyanya konsep Pendidikan akhlak – untuk orang muslim — pun harus didasarkan kepada ajaran agama Islam. Ajaran Islam sangat melimpah dengan konsep dan keteladanan dalam Pendidikan akhlak.
Itulah sekedar usulan kepada pemerintah dan DPR. Semoga didengar dan direnungkan serta diterapkan. Jika tidak didengar pun, kewajiban kita untuk menyampaikan kebenaran sudah kita tunaikan. Tanggung jawab pihak pemerintah dan DPR untuk melaksanakannya.


Draft Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 yang disusun pihak pemerintah kini masih terus dibahas di DPR dan diperbincangkan secara luas oleh masyarakat. Kita berharap, hebohnya persoalan “frase agama” dalam Peta Jalan ini menjadi langkah penting untuk diskusi lanjutan yang lebih serius. Yakni, bagaimana menempatkan agama dalam konsep dan aplikasi Pendidikan kita.


Agama bukan hanya perlu dicantumkan secara verbal, tetapi juga ajaran-ajarannya dijadikan dasar bagi perumusan konsep dan aplikasi Pendidikan nasional. Agama jangan hanya dijadikan sebagai pajangan dan alat untuk menarik dukungan politik. Jangan sampai Allah murka kepada kita karena kita mempermainkan agama-Nya.
Ini khusus untuk umat Islam. Jika pemerintah tidak mampu untuk menerapkan konsep pendidikan sebagaimana dicontohkan oleh Sang Nabi terakhir (Muhammad saw), maka sepatutnya pemerintah tidak memaksakan sistem dan kurikulum yang pendidikan yang bertentangan dengan Pendidikan Nabi saw.


Dalam masalah zakat, wakaf, makalan halal, dan sebagainya, pemerintah telah membuat kebijakan yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw. Tentunya, dalam bidang Pendidikan pun, pemerintah juga tidak keberatan untuk melakukan hal yang sama! Wallahu A’lam bish-shawab.(sudono/ed)

(Depok, 19 Maret 2021).

Dapatkan artikel-artikel lainnya di:
https://adianhusaini.id/category/artikel-terbaru

Pojok 1000 Artikel Pilihan: Wujudkan Komunitas Cerdas dan Bijak
Bantu share
Info berlangganan,
Kirim via WA/Telegram/Signal/BIP ke 0858 8293 0492
ketik: Daftar

Atau akses langsung ke: http://member.adianhusaini.id/register

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *